Selamat datang di Site Berita Nasional Media Hapra Indonesia . Wartawan Hapra Indonesia dalam menjalankan tugas dibekali kartu wartawan dan bertugas sesuai penempatan yang dikeluarkan oleh Redaksi. Semua Anggota Hapra Indonesia, foto dan nama ada pada situs kami ini, tanpa ada nama dan foto di situs kami, oknkum tersebut BUKAN ANGGOTA HAPRA INDONESIA DAN SEGALA YANG DILAKUKAN DILUAR TANGGUNG JAWAB REDAKSI. LAPORKAN KE PIHAK KEPOLISIAN TERDEKAT

Senin, 20 Juni 2011

Sat Pol PP Tulungagung Jalankan Tugas Sesuai Fungsinya

Satuan Polisi Pamong Praja, disingkat Sat Pol PP, adalah perangkat Pemerintah Daerah dalam memelihara ketentraman dan ketertiban umum serta menegakkan Peraturan Daerah. Satpol PP merupakan perangkat daerah yang dapat berbentuk Dinas Daerah atau Lembaga Teknis Daerah.
Tulungagung, HAPRA Indonesia – Polisi Pamong Praja didirikan di Yogyakarta pada tanggal 3 Maret 1950 moto PRAJA WIBAWA, untuk mewadahi sebagian ketugasan pemerintah daerah. Sebenarnya ketugasan ini telah dilaksanakan pemerintah sejak zaman kolonial.
Sebelum menjadi Satuan Polisi Pamong Praja setelah proklamasi kemerdekaan dimana diawali dengan kondisi yang tidak stabil dan mengancam NKRI, dibentuklah Detasemen Polisi sebagai Penjaga Keamanan Kapanewon di Yogjakarta sesuai dengan Surat Perintah Jawatan Praja di Daerah Istimewa Yogyakarta  untuk menjaga ketentraman dan ketertiban masyarakat.
Pada tanggal 10 November 1948, lembaga ini berubah menjadi Detasemen Polisi Pamong Praja.
Di Jawa dan Madura Satuan Polisi Pamong Praja dibentuk tanggal 3 Maret 1950. Inilah awal mula terbentuknya Satpol PP. dan oleh sebab itu, setiap tanggal 3 Maret ditetapkan sebagai Hari Jadi Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) dan diperingati setiap tahun.
Pada Tahun 1960, dimulai pembentukan Kesatuan Polisi Pamong Praja di luar Jawa dan Madura, dengan dukungan para petinggi militer /Angkatan Perang.
Tahun 1962 namanya berubah menjadi Kesatuan Pagar Baya untuk membedakan dari korps Kepolisian Negara seperti dimaksud dalam UU No 13/1961 tentang Pokok-pokok Kepolisian.
Tahun 1963 berubah nama lagi menjadi Kesatuan Pagar Praja. Istilah Satpol PP mulai terkenal sejak pemberlakuan UU No 5/1974 tentang Pokok-pokok Pemerintahan di Daerah.
Pada Pasal 86 (1) disebutkan, Satpol PP merupakan perangkat wilayah yang melaksanakan tugas dekonsentrasi. Saat ini UU 5/1974 tidak berlaku lagi, digantikan UU No 22/1999 dan direvisi menjadi UU No 32/2004 tentang Pemerintahan Daerah. Dalam Pasal 148 UU 32/2004 disebutkan, Polisi Pamong Praja adalah perangkat pemerintah daerah dengan tugas pokok menegakkan perda, menyelenggarakan ketertiban umum dan ketenteraman masyarakat sebagai pelaksanaan tugas desentralisasi
Satuan Polisi Pamong Praja (Sat Pol-PP) sering dianggap sebagai petugas yang kelihatan raja tega dalam menjalankan tugas, itu sering terlintas saat menyaksikan sekelompok Sat Pol PP sedang melakukan razia dan penertipan.
Apakah demikain arogan mereka saat melakukan tugas dan tak ada peri kemanusiaan ? yang jelas tidak demikian. Sepasukan petugas Sat Pol PP yang sering kita lihat meng’obrak-abrik’ warung dipinggiran jalan adalah sikap menjalankan tugas sesuai dengan fungsinya.
Dalam menjalankan fungsi dan perannya, setiap anggota Sat Pol PP selalu dibekali dengan aturan dan berlandaskan kewenangan yang diberikan, selain itu dalam menjalankan fungsi dan tugasnya, Sat Pol PP senantiasa bersikap dan bertindak secara professional.
Maka dengan demikian anggota Sat Pol PP selalu mengedepankan kearifan dalam bertindak sesuai koridor hukum dan nilai-nilai moral, serta memperhatikan Hak Azasi Manusia. Yang kelihatan garang adalah dikap gerak cepat menjalankan tugasnya.
Jadi, yang sering kita lihat sebenarnya bukan sikap arogan, namun memang demikian sikap gerak cepatnya. Sedang yang sering kita lihat mengobrak abrik lokasi (khususnya warung) di area illegal), karena pemilik usaha telah diberi peringatan dan untuk kali sekian terpaksa dilakukan pembersihan.
Perilaku saat melakukan tugas yang demikian, sering terjadi salah tafsir, anggota Sat Pol PP tak akan bergerak tanpa adanya perintah, sedang perintah yang diberikan adalah menjalankan tugas yang terkait dengan aturan Peraturan Daerah (Perda).
Hal itu karena personel Sat Pol PP sebagai bagian dari institusi pemerintah diharapkan tidak rogan dalam menjalankan tugas penertiban dan pelayanan masyarakat. Dengan demikian, Satpol PP harus memahami prosedur tetap (protap) yang ada.
Selama ini Sat Pol PP menjadi momok dikalangan para pedagang kaki lima (PKL). Seperti disampaikan Suroto selaku Kasat Pol PP Kabupaten Tulungagung kepada media ini "Anggota Satpol PP diharapkan menjadi panutan masyarakat dalam bertugas dan harus melepaskan, personel Satpol PP juga harus mengedepankan penataan bukan penertiban” ungkap Suroto.
Ditambahkan oleh Suroto “Karena, penataan memiliki semangat kebersamaan antara masyarakat dan petugas," terang Suroto diruang kerjanya. Dalam menjalankan tugasnya, Satpol PP juga harus menampilkan wajah yang tegas namun tetap humanis.
Tegas tidak dimaknai sebagai sikap yang arogan atau mau menang sendiri, tetapi harus tampil semakin kuat dan kokoh menjalankan tugasnya. Wajah tegas juga berarti tidak mengenal kompromi dan tidak terpengaruh oleh berbagai godaan yang melanggar hukum dan sumpahnya.
"Di sisi lain, wajah humanis bersikap melindungi dan melayani serta berorientasi pada prestasi dalam memberikan pelayan kepada masyarakat serta  mengayomi dalam penekan perda," tegasnya.
Untuk itu, tantangan  Satpol PP ke depan sangat berat karena dihadapkan pada berbagai macam gangguan ketertiban dan ketentraman yang terjadi sebagai dampak perkembangan kehidupan masyarakat.
"Oleh karena itu, untuk menghindari tindakan kekerasan dalam melaksanakan tugas, menjalin kerja sama dengan berbagai pihak. Seperti tokoh masyarakat, tokoh agama dan jajaran pemerintah daerah " pungkas Suroto. (Onjik/Bayu).

BERITA SEBELUMNYA

  © HAPRA INDONESIA Media Group ...Berani.Cerdas . Realistis

Ke : HALAMAN UTAMA