Selamat datang di Site Berita Nasional Media Hapra Indonesia . Wartawan Hapra Indonesia dalam menjalankan tugas dibekali kartu wartawan dan bertugas sesuai penempatan yang dikeluarkan oleh Redaksi. Semua Anggota Hapra Indonesia, foto dan nama ada pada situs kami ini, tanpa ada nama dan foto di situs kami, oknkum tersebut BUKAN ANGGOTA HAPRA INDONESIA DAN SEGALA YANG DILAKUKAN DILUAR TANGGUNG JAWAB REDAKSI. LAPORKAN KE PIHAK KEPOLISIAN TERDEKAT

Sabtu, 19 November 2011

Fenomena Rentenir Berkedok Koperasi/KPS ?


Harapan pendiri Bangsa ini (Founding Father) seolah pupus sudah yang menjadikan Koperasi sebagai soko guru perekonomian Bangsa Indonesia terbukti banyak Koperasi sekarang yang  berubah fungsi menjadi rentenir yang hanya memperkaya “pemiliknya” saja.
    Sedangkan yang tujuan semula adalah menyejahterakan anggotanya tidak terbukti bahkan anggotanya menjadi tambah sengsera karena terjerat hutang dari koperasi atau KSP yang di ikutinya.
    Itulah yang terjadi di tengah tengah realita kehidupan masyarakat kita yang terbelenggu oleh hutang yang nyaris tak terbayar. Koperasi dalam bentuk bank blecit atau dalam bentuk KSP (Koperasi simpan pinjam) telah merubah fungsi menjadi bisnis yang menguntungkan bagi pelaku usaha, para pelaku usaha dengan mengusung nama koperasi telah menjadikan koperasi layaknya bisnis perbankan seperti bank.
    Di tambah lagi dengan pelaku usaha yang melakukan “pembodohan “ terhadap para konsumennya, para konsumen harus pasrah menerima aturan yang di buat oleh pelaku usaha yang bersangkutan, sedangkan konsumen dengan ketidak mengertiannya semakin tertindas oleh kesewenang wenangan pelaku usaha.
    Bahkan ada pelaku usaha melakukan intimidasi terhadap nasabah atau konsumen dengan mengunakan oknum pengacara untuk menagih hutang ke nasabah, tentu hal ini tidak dapat di benarkan dan ironis hal telah terjadi.
    Para pelaku usaha telah “gelap mata” dengan “memasaksa nasabah untuk taat akan aturanya, sedangkan hak hak nasabah tidak di berhatikan manakala nasabah mengalami kesulitan dalam keuangannya atau pailit.
    Para pelaku usaha berpikir yang ada adalah kepentingan untuk mendapatkan keuntungan yang besar dengan aturan yang di buat oleh pelaku usaha sendiri, dan membuat nasabah atau konsumen menjadi sangat lemah karena harus mengikuti clausalbaku dari koperasi atau KSP tersebut.
    Sebagai contoh adalah hak hak nasabah keterangan atau copian perjanjian angkat kredit untuk mendapatkan keterangan yang transparan, hal itu tidak di lakukan oleh pihak pelaku usaha (Koperasi /KSP) tentu ini menjadi fenomena buruk yaitu pembodohan nasabah atau konsumen.
    Itu hanya sebagian kecil dari ulah atau system yang di ciptakan oleh pelaku usaha yang memang “memakan” merugikan nasabah atau konsumennya.
    Kesadaran nasabah atau konsumen untuk mencerdaskan dirinya akan pengetahuan atau tidak waspada terhadap “jerat” para pelaku usaha yang dewasa ini hanya berpikir untung yang besar dengan jalan yang tidak benar.
    Padahal seperti kita ketahui bersama bahwa azas koperasi adalah dari anggota untuk anggota dan dalam Undang- undang No. 25 Tahun 192 Tentang Perkoperasian Juncto PP No. 9 tahun 1995 Tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Simpan Pinjam oleh Koperasi yang dapat di beri pinjaman adalah anggota dan calon anggota serta koperasi tidak boleh memberikan sanksi denda jika nasabah/anggota telat membayar, penetapan bunga juga sesuai dengan rapat anggota.
    Adapun modus operandi atau ciri ciri Rentenir yang berkedok koperasi adalah mengumumkan kepada Masyarakat adanya kredit dengan proses cepat bunga ringan. Setelah calon korban memenuhi sayarat mendapat buku angsuran tertulis nama serta nomor anggota koperasi calon korban juga di potong biaya administrasi, iuran wajib/tabungan wajib sebagai persyaratan formal koperasi.
    Selanjutnya korban disebut debitur/nasabah tidak lagi disebut anggota koperasi. Debitur tidak pernah di undang pada rapat anggota tahunan (RAT) karena korban bukan anggota koperasi sungguhan.
    Kalau debitur menunggak, jaminan di sita mengunakan debt collector kalau jaminan berbentuk sertifikat/BPKB kendaraan di tulis dalam pengawasan Koperasi bahkan jaminan SHM di sita atau di lelang hak tanggungan.
    Rentenir berkedok koperasi biasanya memakai badan hukum Propinsi agar supaya tidak di awasi Dinas Koperasi Kabupaten/Kota.
    Bahkan koperasi model seperti ini di anggap sukses oleh Pemerintah dan mendapat tanda penghargaan. RAT hanya formalitas serta di duga oknum Pejabat/Dinas Koperasi mendapat jatah untuk meloloskan RAT di maksud.
    Padahal sesuai Peraturan Pemerintah (PP) 9/1995 tentang pelaksanaan kegiatan usaha simpan pinjam oleh koperasi, koperasi tidak boleh memberikan sanksi denda jika nasabah telat membayar angsuran.
    Penetapan bunga juga sesuai dengan rapat anggota tahunan (RAT). Biasanya, kalau koperasi hanya mematok bunga 1,5 persen. Tapi rentenir yang berkedok koperasi bisa mematok lebih tinggi. Bisa sampai 5 persen perbulan.***
Catatan : Penulis adalah Pemimpin Redaksi Hapra Indonesia.

BERITA SEBELUMNYA

  © HAPRA INDONESIA Media Group ...Berani.Cerdas . Realistis

Ke : HALAMAN UTAMA