Selamat datang di Site Berita Nasional Media Hapra Indonesia . Wartawan Hapra Indonesia dalam menjalankan tugas dibekali kartu wartawan dan bertugas sesuai penempatan yang dikeluarkan oleh Redaksi. Semua Anggota Hapra Indonesia, foto dan nama ada pada situs kami ini, tanpa ada nama dan foto di situs kami, oknkum tersebut BUKAN ANGGOTA HAPRA INDONESIA DAN SEGALA YANG DILAKUKAN DILUAR TANGGUNG JAWAB REDAKSI. LAPORKAN KE PIHAK KEPOLISIAN TERDEKAT

Selasa, 21 Juni 2011

Jembatan Joung Biru Nasipmu Kini

Peninggalan Sejarah Yang Merana
Kediri,HAPRA Indonesia - Joung Biru, salah satu bukti sejarah berupa jembatan peningalan masa penjajahan Belanda yang melintas diatas sungai Brantas menghubungkan wilayah peme- rintahan antara Kabu- paten dan Kota Kediri,
    Saat ini keberadaan jembatan peninggalan jaman Belanda tersebut sudah hampir 5 tahun me- rana dengan posisi miring serta badan jalan retak.
    Sepertinya masa ke emasan joung biru yang tertoreh juga retak termakan ketamakan manusia.
    Hal tersebut bermula ketika pemerintah daerah gagal dalam upayanya mencegah pengambilan atau penambangan pasir ilegal di sungai Brantas.
    Aktifitas para penambang pasir mekanik telah merajalela beberapa tahun terakhir ini.
    Akibat penambangan pasir di sungai Brantar tersebut, dampaknya telah merusak ekosistem dasar sungai sehingga pondasi jembatan tergerus dan amblas tan- pa memperdulikan kepentingan masyarakat luas yang setiap hari beraktifitas diatas jembatan Joung Biru.
    Masyarakat yang menggu nakan jembatan Joung Biru, mayoritas para pekerja di Pabrik Gula (PG) Mrican dan beberapa pekerja pabrik lainya maupun pekerja pabrik rokok terbesar di Indonesia yang memiliki karyawan puluhan ribu.
    Akibat kerusakan jembatan Joung Biru, untuk berangkat dan pulang kerja, sebelum jembatan rusak jarak yang ditempuh kisaran 500 m, kini harus rela menempuh rute 5 hingga 6 Km karena harus memutar dan melewati jembatan baru Semampir.
    Sementara itu akibat rusaknya jembatan Joung Biru, jembatan ba- ru Semampir harus menampung laju arus Lalu lintas (Lalin) antar kota antar provinsi, tak heran jika jam jam sibuk jembatan baru Semampir tak mampu menampung arus Lalin.
    Akibat 'over dosis jembantan baru Semampir, pada jam sibuk terjadi antrean panjang kendaraan bermotor dari berbagai jenis dan kendaraan tak bermesin serta para pejalan kaki.
    Kemacetan pada jam sibuk biasa terjadi mulai perempatan lampu merah barat dan timur.
    Kondisi jembatan baru Semampir arus Lalin yang selalu padat menghambat perjalanan dan bisa dikata menghambat aktivitas kerja akibat jembatan Joung Biru yang 'pensiun' tak sepadan dengan upaya Pemkab Kediri.
    Hal itu mengingat APBD Kab Kediri mengangar dana Rp 1 M untuk pembangunan gedung bioskop lokasinya di seputaran puncak Gunung Kelud, padahal lokasi tersebut berjarak 60 km dari pusat pemerintahan Kab Kediri.
    Lantas siapa yang nantinya menik mati pembangunan gedung bioskop dite ngah hutan tersebut ?.
    Sementara itu, dalam pengangaran proyek pembangu- nan peruntukan dana dari pihak Pemkot Kediri, keli- hatanya masih terfokus pada Pembangunan Rumah sakit Gambiran II, padahal di Kota Kediri sudah berdesak desa- kan rumah sakit baik milik pemerintah daerah maupun swasta.
    Kesan dan kenyataan ketidak pedulian pihak Pem- kab dan Pemkot Kediri terhadap jembatan Joung Biru yang sangat berarti terhadap masyarakat khususnya kedua belah peme- rintahan.
    Sangat disesalkan dan membuat warga kecewa dengan ketidak pedulian terhadap kepentingan warga.
    Hingga saat ini, HAPRA telusur jejak belum menemukan jawaban kapan kedua pemerintahan Kediri mau peduli keberadaan jembatan Joung Biru yang sangat dibutuhkan warganya.
    Ketika HAPRA berupaya menemui beberapa fihak yang berkopenten dalam hal kebijakan dan penganggaran baik di Kab. Kediri maupun Pemkot Kediri, serta kedua pabrik yang lokasinya berde- katan dan mempunyai kepentingan untuk kelancaran karyawan.
    Kesan yang timbul dalam telusur jekak, yang ada hanya melempar bola dari satu fihak ke pihak lainya.
    Terkesan mereka sibuk dengan urusan kekuasaan masing-masing dan engan untuk duduk ber- sama dalam hal penyelesaian kepentingan umum. (Din/lin/luh)

Kemelud Berebut G Kelud

Kediri,HAPRA Indonesia- Gunung Kelud salah satu gunung berapi aktif dan memiliki kurun letusan berjangka.
   Semula memiliki ceruk danau dan kini telah berubah ujud berbentuk anakan gunung akibat letusan yang lalu.
    Kondisi Gunung Kelud dengan panora maindahnya menjadikan obyek menarik bagi wisatawan. Kederadaannya diantara wilayah Kabupaten Blitar dan Kabupaten Kediri, saat ini kondisinya kian memanas.
     Panasnya bukan dari magma yang terkandung tetapi memanas dalam upaya kepemilikan wilayah hak atas puncaknya.
    Pemkab Kediri dan Pemkab Blitar dalam upaya memperoleh hak nya saat ini belum ada titik temu. Karena keinginan memiliki wilayah dan masing-masing dengan bukti yang dimiliki.
    Pemkab Blitar dan Pemkab Kediri mengalami perseteruan sejak tahun 2003 hingga sekarang belum ada titik terang siapa yang berhak wilayah tersebut.
    Mencuatnya persoalan batas wilayah itu terjadi ketika Pemkab Kediri dipimpin Bupati Sutrisno, sedangkan Bupati Blitar dijabat Imam Muhadi (alm).
    Awalnya Pemkab Blitar mengklaim sebagian wilayah Kelud masuk wilayahnya. Atas klaim itu, Bupati Sutrisno langsung membentuk tim penelusuran, dan hasilnya juga mengklaim sebagain besar Kelud masuk wilayah Kab Kediri.
    Jika ditinjau pada peta Top Dam Tahun 1944, letak geografis Gunung Kelud mayoritas di wilayah Kabupaten Blitar, bukan di Kabupaten Kediri.
    Maka pihak Pemkab Blitar melapor ke Gubernur Jawa Timur sekaligus meminta Provinsi sebagai mediator sengketa kepemilikan Gu- nung Kelud antara Kediri dan Blitar segera terseisaikan. 
    Sementara itu, dikatakan Edhi Purwanto,SH Plt Kabag Humas Pemkab Kediri, bahwa data yang dimiliki Pemkab Kediri, adalah peta Gunung Kelud atau peta Belanda yang menunjukkan batas wilayah Kab.Kediri mencakup kawasan puncak Gunung Kelud.
    Hal terseut terdapat pada peta “Overzichtskaart Van Regentschap Kediri, Schaal I A 50.000, Vervaadi- gd Dorde Lerlingen Der Open Ambacht Lergang Te Paree  Juni 1933”.
    “Peta ini juga yang dijadikan dasar dalam penyelenggaraan ba- tas wilayah daearh,” kata Edhi Purwanto SH,
    Kemelud rebutan puncak Gu- nung Kelud yang akhir-akhir ini kian memanas, menggunggah membuat Wakil Gubernur Jawa Timur, Syai -fullah Yusuf (Gus Ipul), untuk angkat bicara.
    Diharapkan oleh Gus Ipul agar kedua belah pihak Pemkab tak saling mengklaim dulu. Sebaiknya, itu diselesaikan dengan kepala dingin, bukan saling emosi.
    Dikatakan Gus Ipul, "Secara Defacto, itu sudah lama dikuasai dan dikelola Pemkab Kediri. Namun jika Pemkab Blitar mau merebut yang harus punya bukti juga," ujarnya.
    Konflik yang berkepan- jangan antara Pemkab Blitar dan Pemkab Kediri, terkait belum adanya kesepa- katan antara Pemkab Blitar dan Pemkab Kediri, renca- nanya akan dilakukan pe- ngecekan dan pelacakan ga- ris batas (titik koordinat) di kawasan Kelud.
    Hal tersebut walaupun saat ini Pemkab Blitar telah melakukan pembuatan jalan tembus puncak Kelud melalui Desa Sumberasri, Kecamatan Nglegok serta akan disiapkan anggaran miliaran rupiah.
    Sedangkan Riyanto Wakil Bupati Blitar,  mengatakan, Pemkab Blitar akan berusaha maksimal hing ga klaim pemilikan Gunung Kelud jatuh ke tangannya.
    Untuk memperkuat data dan fakta, Blitar  berusaha mengundang ahli topografi untuk meneliti batas wilayah Gunung Kelud.
    Hingga saat berita ini diturunkan HAPRA Indonesia, belum ada titik temu siapa yang berhak atas pengelolaan puncak Gunung Kelud yang saat ini masih santer upaya pengakuan kepemilikan.
    Dari sumber yang enggan diwartakan jati dirinya, mengatakan tak menutup kemungkinan penge- lolaan bakal ditangani pihak Provinsi Jawa Timur dan menunjuk Pemkab Blitar serta Pemkab Kediri kewenanang mengelola kawasan yang ditentukan pihak provinsi. (Rd/Hapra)

Perempatan Maut Siap Merenggut

4 Tahun Tanpa Rambu, Usulan Di Abaikan ?
Kediri,HAPRA Indonesia  - Perempatan maut di Desa Kalirong Kecamatan Taro- kan lagi-lagi memakan korban, korban kali ini Toha dan keluarga- nya warga Desa Kaliboto dan warga Dusun Jeruk Desa Bulusari Keca- matan Tarokan. yang hingga saat ini belum diketahui identitasnya.
    Arifin (36) warga yang tinggal persis diselatan perempatan maut tersebut,  kepada HAPRA mengata- kan bahwa    ketika terjadi kecela- kaan Sabtu malam (28/5), merupa- kan kejadian ketiga bulan lalu,
    Dikatakan Arifin, “Dalam kedua kecelakaan terdahulu hanya luka ringan saja namun dalam kecelakaan kali ini 2 korban luka ringan, 1 giginya rontok dan 2 korban kritis” ungkap nya.
    Arifin mengungkapkan kecela- kaan terjadi sekitar jam 21.00 Wib, tidak tahu persis bagaimana kejadiannya, tiba-tiba terdengar benturan keras begitu dia menoleh ke arah sumber suara benturan, ter- nyata terlihat korban kecelakaan yang bergelimpangan.
     “Kami segera memberilan pertolongan sebagaimana yang bia sa dilakukan, namun kami kaget karena korbannya ternyata 5 orang dua diantaranya terlihat kritis kare- na kepalanya terbentur aspal” terang Arifin.
    Sementara itu Wakiran (55) mengungkapkan dia mengira yang menjadi korban kecelakaan adalah tetangganya yang bernama Fana karena tetangganya tersebut baru saja menyapanya dan diperhitung- kan perjalanannya baru sampai perempatan maut itu.
    Namun terlepas siapapun kor- bannya dia berharap pihak berwenang segera memasang rambu-rambu diperempatan terse- but, karena sejak tahun 2007 perempatan tersebut praktis tidak ada rambu-rambu sama sekali,
    “Padahal hampir setiap bulan terjadi kecelakaan rata-rata 2 kali, bahkan pada bulan Suro yang lalu masyarakat menghitung terjadi kecelakaan sebanyak 9 kali” ungkap Wakiran. Ungkapan terse- but juga dibenarkan oleh beberapa warga lainnya.
    Sementara itu Kepala Desa Kalirong M. Farih Zaenulloh, SE mengungkapkan bahwa hingga saat ini pihak pemerintah Desa Kalirong sudah beberapa kali mengajukan pemasangan rambu-rambu pada perempatan tersebut.
    Usulan atau lebih tepatnya per- mohonan yang disampaikan Kades Kalirong hingga saat ini belum ada tindak lanjut dari Dinas Perhubungan Kabupaten Kediri, “Pertama kali kami melayangkan surat pada bulan Januari 2008, lalu kita susuli lagi pada akhir tahun 2010.
    Usulan tersebut, hingga saat ini belum ada tindakan dari dinas terkait” jelas Kades Kalirong. enurut Farih Zaynulloh dalam waktu dekat dia akan melayangkan surat lagi kepada Dinas Perhubungan Kabupaten Kediri.
    Usulan yang disampaikan Kades Kalirong, untuk keamanan pengguna lalin karena lokasi yang diusulkan, ibarat 'Perempatan Maut Siap Merenggut" karena telah 4 tahun tanpa adanya rambu-rambu diperempatan maut tersebut.
    “Kami sangat berharap permo- honan kami segera bisa di realisasikan oleh pihak terkait ka- rena masyarakatnya sudah sede -mikian resah akibat seringnya terja- di kecelakaan di perempatan itu.
    Bahkan kalau bisa diperem- patan itu dipasangi FA (lampu kedip  red) atau rambu kejut (anggelan  red) karena kalau dipasangi rambu-rambu biasa percuma karena pe- ngendara akan cenderung menga- baikannya” pungkas Zaynulloh.(Tim)

Kontrak Kuburan Ala Kades Grogol

Kediri,HAPRA Indonesia - ”Jaman edan, bila tidak ikut edan tidak kebagian” seperti pepatah sableng yang lagi In di jaman sekarang ini.
    Agaknya sudah menjadi bagian ataupun kebiasaan sebagian masyarakat kita bahwa segala sesuatu perbuatan harus berujung dengan uang.
    Sebab segala aktifitas gerak dari lahir hingga tua memerlukan uang bahkan sudah menjadi mayat sekalipun.
    Misalnya, di Desa Grogol Kecamatan Grogol,  warga dimintai dana untuk membeli lahan tanah tempat dirinya nanti bakal dikubur di Tempat pemakaman Umum (TPU) warga desa setempat.
    Dalam arti kata sebelum meninggal warga diharuskan mem- bayar lokasi untuk tempat tinggalnya (liang lahat).
    Dari beberapa sumber kepada HAPRA mengatakan bahwa warga desa yang ingin jasadnya nanti bila meninggal dimakamkan di TPU di Desa Grogol tersebut, harus membayar biaya antara Rp 100 ribu hingga Rp 500 ribu per orang.
    "Sekarang ini mas jamanya sudah edan, sudah susah cari duwit. Pekerjaan sulit, ditambah lagi harus mengeluarkan biaya untuk membeli liang lahat, iya kalao mampu bayar, kalao enggak mampu jangan jangan saya nanti bila meningal tidak dikubur mas” ujar salah seorang warga Desa Grogol yang mewanti wanti namanya tak dimediakan.
    Info tentang tarikan dana yang dirasa aneh tersebut.
     HAPRA yang berupaya melakukan konfirmasi terhadap Januri Kepala Desa (Kades) Grogol Rabu 18-05-2011,
    Namun sayang kantor desa sudah tutup. Ketika HAPRA menuju warung nasi di desa tersebut Januri ada di situ.
    Ketika ditanya tentang penarikan dana makam tersebut, Jaenuri mengatakan, memang benar adanya penarikan uang untuk warga, tetapi semua itu masih di sosialisasikan kepada panitia yang terbagi dalam dua kepa- nitiaan.
    Dikatakan Januri, bahwa panitia 1 dipegang oleh Sutrisno anggota  BPD setempat, sedang Panitia2 dipegang oleh Toni dari LPMD.
    Menurut Januri pula penarikan tersebut bervariasi. dilihat dari sosial ekonominya penduduk desa.
    Titandaskan Januri "Jadi gak dipukul rata mas, ada yang Rp 100 ribu sampai 300 ribu bahkan lebih.
    Hal tersebut dilakukan untuk biaya pengadaan tanah makam, sedangkan tanah yang hendak dibeli itu luas keseluruhannya 100 ru dengan harga 1 runya Rp 1.5 juta jadi kalao ditotal keseluruhan Rp 150 juta ujarnya.
    Bila warga Desa Grogrol ada 450 kk mempunyai anggota keluarga dengan rata rata 2 anak, dalam satu KK berjumlah 4 orang dikalikan 450 KK.
    Maka warga yang harus membeli liang kuburnya sendiri berjumlah 1.800 orang.
    Jumlah tersebut bila dikalikan rata rata Rp300 ribu diperoleh angka Rp540 juta dan bila dana ter- sebut dibelikan tanah seharga Rp 150 juta, masih ada selisih Rp390 juta.
    Padahal menurut sumber Hapra di internal pemerintahan Desa Grogol, sebagian dari pengadaan tanah makam tersebut di wakafkan oleh pemiliknya.
    kejanggalan yang ada adalah soal permasalahan tersebut masih menjadi pembahasan, dalam arti sudah barang tentu belum ditetapkan dalam Peraturan Desa (perdes).
    Tetapi kades sudah melakukan penarikkan dan hingga saat berita ini ditulis, warga yang sudah membayar sekitar 10%.
    Kejadian 'Kontrak Kubur' di Desa Grogol belum memiliki kekuatan hukum karena belum diperdakan.
    Namun sudah dilakukan penarikan. Hal itu nenurut Januri “Sambil menunggu hasil sosialisasi dilakukan penarikan sekalian bagi yang mau membayar”, (Luh/din)

Pemkab Kediri Pekerjakan Usia Lanjut

Kediri, HAPRA Indonesia  - BUMD (Badan Usaha Milik Daerah) Pemerintah Kabupaten  Kediri yang  bernama PD (Perusahaan Daerah). Pemkab Kediri memiliki beberapa PD, antara lain PDAM (Perusahaan Daerah Air Minum) Kabupaten Kediri,  PD Canda Bhirawa, PD Margo Mulyo dan Bank Pasar.
            Sedangkan PD Canda Bhirawa menpunyai anak cabang usaha yaitu PD  Apotik Persada I, PD Apotik Persada II, PD Percetakan Canda Bhirawa, PD Penggilingan beras dan pertokoan di  Sambi dan PD Perdagangan dan Distributor Pupuk PD Canda Bhirawa.
            PD milik Pemkab Kediri Canda Bhirawa yang membawahi Apotik Persada Canda Birawa I, saat ini  di pimpin oleh Ida Nuraida seorang Apoteker telah berusia lanjut
            Menurut informasi dari beberapa nara sumber dan pengamatan HAPRA, saat ini usia Ida Nuraida diperkirakan sekitar 75 tahun dan sembat menjadi buah bibir tentang kemampuan kinerjanya karena diusia lanjut masih digunakan Pemkab Kediri untuk memimpin Apotik.
            Hal itu terungkap setelah HAPRA menemui Kepala Apotik Persada I tersebut untuk konfirmasi terkait masalah sistem kerja dan gaji di Apotik persada I.
            Pada waktu itu HAPRA sempat terkejut saat berhadapan langsung dengan Ida Nuraida karena usianya sangat lanjut. Saat di wawancara, Ida  Nuraida kurang bisa menguasai apa yang seharusnya di ketahuinya selaku kepala Apotik persada I. Misalnya saat di tanya mengenai masalah gaji dan sistem kerja, Ida Nuraida kepada HAPRA mengaku lupa.
            Kemudian Ida menyuruh HAPRA menemui pimpinannya, yaitu Kepala Perusahaan Daerah Sugeng Darwanto, Dan tentu ini menjadi bahan pertanyaan adalah bagaimana kinerja dari yang bersangkutan.
            Menurut informasi yang di dapat HAPRA Ida Nuraida menjadi Apoteker di apotik Persada I sejak tahun 1970, dan sampai sekarang masih menjabat sekaligus menjadi pimpinan di apotik tersebut.
            Apotik Persada I yang berada tepat di depan patung Mastrip alun-alun kota Pare, menurut informasi yang diperoleh HAPRA, Ida Nuraini telah menjadi Apoteker di Apotik di Persada I selama puluhan tahun.
            Di tempat terpisah Sugeng Darwanto selaku Direktur  PD Canda Bhirawa ketika di temui di kantornya di kawasan alun alun kota Kediri menjelaskan kepada HAPRA terkait usia Apoteker Apotik Persada I.
            Menurut Sugeng masalah usia Apoteker Ida Nuraida sudah di bahas dalam beberapa rapat dan telah di selesaikan, "Kita sudah menyelesaikan masalah itu dengan yang bersangkutan (Apoteker Ida Nuraida red), dan bu Ida sudah legowo dan lapang dada untuk "pensiun" tahun depan" Jelas Sugeng.
            "Itu di karenakan adanya surat perjanjian kerja antara Direktur PD Canda Birawa yang lama dengan Bu Ida, jadi sebelum Saya masuk jadi Direktur sudah ada perjanjian kerjanya, Saya masuk tahun 2009 dan tiap lima tahun sekali ada perbaruan perjanjian baru" Tutur Dosen Pertanian di salah satu perguruan Tinggi di Kediri ini.
            Masih menurut Sugeng bahwa pekerjaan seorang Apoteker adalah profesi, dan untuk Apotik Persada I sudah ada solusi yaitu akan ada Apoteker pendamping, sebelum Ida Nuraida  benar benar pensiun akhir tahun ini.
            "Itu adalah satu proses yang harus di lalui secara prosedural, dan syukurlah semua bisa di selesaikan dengan cara yang baik" kata Sugeng Darwanto yang mendampingi Plt Kepala Humas dan Protokuler Kabupaten Kediri Edhi Purwanto.
            Saat di tanya HAPRA terkait dana atau modal dari PD Canda Bhirawa, Sugeng mengungkapkan bahwa PD yang di pimpinnya tidak menerima dana dari APBD Pemerintah Kabupaten Kediri.
            "Perusahaan Daerah Canda Bhirawa hanya menerima modal awal pada tahun 2001 sebesar satu Milliar setelah itu kita kelola sendiri keuanganya. Jadi karyawan kita dari ke empat PD Canda Bhirawa yang berjumlah 33 orang Kita gaji dari situ" Tandasnya. 
            Sementara itu di sisi lain Pemkab Kediri berkewajiban memacu PAD (Pendapatan Asli Daerah) dan pajak ternyata dari internal Pemkab Kediri sendiri tidak berbenah untuk meningkatkan kinerja atau meningkatkan SDM (Sumber Daya manusia), terbukti PD masih memperkerjakan orang yang sudah berusia lanjut yang seharusnya sudah menikmati pensiun.
            Di duga kuat di tempat PD milik Pemkab Kediri lainnya memperkerjakan orang orang yang yang sudah lanjut usia, akan jadi pertanyaan menarik apakah perusahaan milik Pemkab Kediri di isi sebagai penampungan bagi orang orang tua yang sudah pensiun yang tidak lain orang orang yang dekat dengan kekuasaan.
            Belum lagi dengan sistem kerja dan gaji yang selama ini kita belum mengetahui bagaimana sistem kerja dan apa yang sudah di hasilkan oleh para PD tersebut, kita belum pernah melihat dan mendengar publikasi tentang PD PD tersebut, padahal PD PD tersebut hidupnya di suplai oleh APBD (Anggaran Pendapatan Belanja Daerah).
            Sementara itu, tujuan PD di ciptakan untuk mendapatkan keuntungan yang besar dan dari keuntungan tersebut di kembalikan ke kas daerah, tetapi kenyataannya PD diduga hanya untuk “bancakan” dana kucuran dari APBD oleh orang orang tertentu.
            Hal itu mengingat bahwa keberadaan PD yang dikelola Pemkab Kediri kelangsungan hidupnya  ditopang dana APBD kabupaten Kediri.
            Badan usaha milik Pemerintah Kabupaten Kediri tersebut banyak menyedot dana APBD Kabupaten Kediri, ironisnya di duga banyak tidak transparan dalam hal pengelolaanya dari PD-PD tersebut.
            Pemkab Kediri yang memacu PAD (Pemasukan Aset Daerah) dan Pajak ternyata dari internal Pemkab sendiri tidak berbenah untuk meningkatkan kinerja atau meningkatkan SDM (Sumber Daya Manusia).
            Hal itu terbukti PD masih saja memperkerjakan orang yang sudah berusia lanjut, seharusnya menikmati pensiun. Apakah Perusahaan daerah milik Pemkab Kediri di isi sebagai penampungan bagi orang-orang tua yang sudah pensiun sekaligus orang dekat penguasa. (C@HYO).

Jukir Liar Merajalela,Dishub Tutup Mata

Kediri, HAPRA Indonesia -  Masyarakat pada umumnya mengeluhkan banyaknya juru parkir (jukir) liar yang beroperasi di daerah titik srategis, para Jukir liar tersebut seolah  dengan "nyaman" bekerja.     Padahal keberadaan mereka atau status mereka liar karena tidak menerima gaji dari pihak terkait yaitu Dinas Perhubungan.
    Hal itu di keluhkan oleh para pelanggan parkir yang khususnya berada wilayah Pare,
    Pelanggan parkir tentu heran karena mereka merasa telah membayar parkir berlangganan bersamaan dengan her kendaaraan mereka.
    Menurut penelusuran koran ini dan informasi yang di himpun dari berbagai sumber HAPRA  mengambil contoh dari restribusi parkir di daerah Pare kota saja.
    Ada beberapa titik yang di gunakan oleh petugas parkir gadungan atau di kenal dengan juru parkir liar yang “bertugas” di daerah titik tersebut.
    Hal itu tentu meresahkan baik oleh pelanggan parkir ataupun petugas parkir yang resmi yang disahkan oleh Dinas Perhubungan kabupaten Kediri.
    Juru parkir yang resmi merasa terganggu karena jukir gadungan tersebut il dari parker pelanggan masuk kantong pribadi.
    Petugas Jukir liar yang “menghuni” beberapa titik strategis tersebut,
    Dari pengamatan HAPRA antara lain kalau malam jukir gadungan 'ngepos' di depan apotik Husada Pancaran, kemudian di jalan Kandangan di depan Toko Sahabat.
    Tempat lain adlah di depan Bank Syareah Mandiri dekat Pegadaian, toko buku depan SMA Mardi Trisno, depan pasar baru kalau siang banyak jukir liarnya, Toko Risna utara alun alun Pare dan Swalayan Dinasti.
    Sekilas para jukir tersebut tidak berbeda dengan para jukir resmi dari Dinas Perhubungan Kabupaten Kediri.
    Tetapi kalau diamati lebih lanjut jukir gadungan tersebut bajunya agak lusuh dan biasanya tidak bersepatu dan hanya memakai sandal.
    Menurut informasi yang di himpun dari berbagai sumber, para jukir gadungan tersebut mendapatkan karcis yang asli dari membeli dari para Jukir yang resmi.     Sedangkan para jukir resmi tersebut menjual karcis ke jukir gadungan karena beberapa sebab, antara lain karena sisa karcis masih ada, karena tiap bulan jukir resmi mendapat jatah karcis yang ber- jumlah 150  lembar.
    Faktor lain karena parkir sedang sepi, juga sedang membutuhkan uang untuk keperluan sehari hari.
    Perlu di ketahui harga per karcis Rp 25 ribu, yang di potong dari gaji para jukir tiap bulannya.
    Keberdaan Jukir liar tentu merugikan para pelanggan karena selain mereka meminta uang juga merugikan Jukir yang resmi, sebab meskipun mereka berkarcis tetapi masuk kantong pribadi.
    Tragisnya, pihak Dishub Kabupaten Kediri diduga kuat sudah mengetahui keberadaan jukir liar tersebut.
    Namun tidak ada tindakan apapun dari pihak Dishub.
    Menurut sumber hal itu sudah di laporkan ke pihak Dishub namun tidak ada tindakan kata sumber HAPRA
    Sementara itu Bambang Supriyanto Kasi Parkir Dinas Perhubungan Kabupaten Kediri saat dikonfirmasi diruang kerjanya terkait tentang maraknya Jukir liar, mengaku belum mengetahuinya,
 “Dimana tempatnya ? Siapa namanya ?“ Kata Bambang Kepada HAPRA
    “Ya nanti kita akan cek dan Kita ambil tindakan tegas” Tegas mantan Camat Banyakan tersebut. (C@HYO).       

Enaknya 'Keruk' Bumi Kediri

Reklamasi Oke, Bencana Siapa Peduli
Kediri,HAPRA Indonesia - Banyaknya penambangan liar di Kabupaten Kediri akhir-akhir ini sunguh sangat mere- sahkan, bahkan bisa dibilang sudah dalam batas ambang kerusakan ekosistem lingkungan hidup.
    Para pengusaha tambang dengan dalih reklamasi lahan tandus dengan seenaknya menge- ruk keuntungan pribadi tanpa mem- pedulikan dampak yang ditimbul- kan.
    Hal tersebut terlihat beberapa bekas galian tambang yang ditingalkan.
    Kebanyakan para penam bang, setelah selesai mengambil pasir maupun batu akan mening- galkan lokasi yang sudah tidak berguna bagi mereka.
    Sehingga selain dapat merus- ak lingkungan juga memba- hayakan penduduk sekitar dan penguna jalan.
    Bekas galian alat berat (excavator) yang ada di wilayah Desa Sumberjo, Desa Kempleng Kec. Purwoasri dan beberapa desa lainya, terhitung lebih dari puluhan bekas galian yang tidak di relokasi dengan baik.
    Kawasan lain yang senasib ada di Kecamatan Kunjang, Papar, Puncu, Plosoklaten.
    Juga terjadi di Banyakan, serta Kandat dan beberapa kecamatan lain di Kabu paten Kediri.
    Lubang bekas pengalian tersebut bahkan pernah memakan korban jiwa. tak tanggung tanggung 4 nyawa sekaligus melayang di areal bekas penambangan mekanik yang di tinggalkan oleh penambang yang berada di Desa Tiron Keca- matan Banyakan.
    Beberapa LSM yang ter- gabung dalam aliansi peduli lingkungan hidup seperti halnya LSM FOKUS, LSM LEPAS, LSM PUMMA, beberapa kali menga- jukan keberatan kepada beberapa Satker yang memiliki kebijakan dalam hal peraturan daerah.
    Namun selama ini tampaknya belum ditanggapi secara serius.
    Ketua LSM FOKUS,  Choirud -
din Cmbs mengatakan "Mereka yang tidak mengikuti peraturan pemerintah sudah sepantasnya di- sebut penjahat lingkungan, dan jangan sampai diberi ijin pengalian" Ujarnya
    Ditambahkan Choiruddin. "Apabila pengusaha terbukti tidak melakukan reklamasi seperti kes- epakatan semula.
    Begitu juga dengan para penjabat pembuat komitmen yang melangar, kami akan serius untuk melaporlan hingga Kementrian HAM dan lingkungan hidup" Ujarnya
    Lain halnya komentar Toro, ketua LSM PUMMA. Toro menga- takan "Saya sangat sependapat dengan teman teman LSM Peduli lingkungan, namun alangkah baik- nya para Dewan segera turun tang- an dalam hal pembenahan peraturan daerah tentang lingkung- an lebih mengena, terlebih pada bekas lobang yang ditingalkan begi- tu saja oleh para pengusaha" Ujarnya
    Toro menambahkan, "Itu seharusnya sudah menjadi urusan dan kwajiban pemerintah daerah dalam hal ini satker pemberi ijin galian untuk berkwajiban merekla- masi sebab pembuat kebijakan atau pemberi ijin yang seharusnya mem- beri sangsi terhadap meraka, na- mun sepertinya tidak pernah dilaku- kan" dengan nada serius.
    Masih menurut Toro, "Bahkan bila perlu para pengusaha yang tidak mereklamasi bekas galian yang telah diambil, bila perlu penjarakan saja penjahat penjahat lingkungan tersebut" Paparnya.
    Sementara itu menurut Suryanto BD ketua LSM LEPAS, menyarankan untuk menyeleksi se- cara ketat para pengusaha yang akan melakukan ijin dengan dalih reklamasi yaitu dengan penan- datanganan MOU dengan melibat- kan fihak kepolisian, dengan mak- sud apabila terjadi pembiaran pada lokasi bekas pengalian langsung masuk DPO dan daftar hitam seba- gai penjahat lingkungan.(Din/lin/luh)

Kades Sitimerto Diduga Lakukan Pungli

Program Prona 2006
Kediri, HAPRA Indonesia – Kejaksaan Negeri (Kejari) Kabupaten Kediri, terkait dugaan pungutan liar (pungli) pada penerbitan sertifikat program nasional (Prona) telah diambil tindakan hukum terhadap beberapa kepala desa seperti.
    Diantaranya Kepala Desa Sidorejo dan Des Gedangsewu, kepala desanya telah di vonis satu tahun penjara. meski akhirnya para terdakwa di putus bebas oleh pengadilan Negeri Kabupaten Kediri,
    Kasus yang melilit Kades terkait program Prona, juga terjadi di beberapa desa lainnya di Kabupaten Kediri. Banyak warga desa yang merasa di rugikan akibat dugaan adanya pungutan liar dalam proses Prona.
    Dugaan adanya pungli yang terjadi didesanya, pada akhirnya terkuak dengan adanya pemeriksaan dari pihak Kejaksaan terhadap Kades mereka tersangkut pelaksanaan proyek Prona.
    Mengetahui beberapa Kades diperiksa Kejaksaan, maka warga yang merasa dirinya dibodohi dan dipermainkan Kadesnya dalam mengurus seretifikat pada program Prona, maka mereka melaporkan adanya pungutan dari program Prona tersebut.
    Sesuai temuan di lapangan, salah satu modus berupa pungutan  pembuatan sertifikat tanah, seperti yang terjadi di Desa Sitimerto Kecamatan Pagu, beberapa warga telah membuat surat pernyataan.
    Surat pernyataan tersebut intinya menyebutkan bahwa Tutu Hartini selaku Kades Sitimerto telah memunggut biaya antara Rp 200 ribu sampai Rp 500 ribu per sertifikat kepada warga yang mengajukan program Ajudifikasi Prona pada tahun 2006 yang silam.
    Karena banyak kasus terkait Ajudifikasi terbongkar, akhirnya beberapa warga kepada menyampaikan ke kalangan pers dan memberi masukan ataupun keterangan terkait pungli yang di lakukan oleh Kadesnya.
    Dalam Telusur Jejak Media HAPRA, di Desa Sitimerto, ada dugaan terjadi pungli Kadesnya dari pengurusan tanah milik Yantono dengan luas 10 Meter persegi. Saat mengurus, Yantono dikenai biaya Rp 250 ribu.
    Sedang Tanah milik Sulaiman luas tanahnya 52 meter persegi dikenai biaya Rp 450 ribu. Sebenarnya masih banyak warga yang akan  menyampaikan hal serupa namun masih  mikir-mikir untuk menyampaikan kepada pers.
    Di tempat terpisah Tuti Hariani Kades Sitimerto ketika di konfirmasi beberapa wartawan kantornya yang letaknya hampir berhadapan dengan kantor Kecamatan Pagu, Tuti  membenarkan adanya biaya yang di bebankan kepada warga pada program prona tahun 2006 yang lalu.
    “Pada waktu itu warga malah bersyukur dengan program sertifikat gratis ini dengan biaya murah sudah mendapat serifikat tanah, kita ini malah tidak dapat apa apa malah tambel biaya" Ujar Tuti Hariani
    Ditambahkan oleh Kades, "Hal itu karena banyak warga yang membayar dengan cara mencicil. Dan bahkan ada warga yang sertifikatnya sudah jadi tapi belum bayar sama sekali” Jelasnya.
    “Uang itu bukan semata dibagi untuk panitia saja, tetapi untuk “pos pos” tertentu seperti Camat, keamanan oknum BPN yang waktu itu ikut terlibat dalam kepanitiaan juga minta jatah” Ungkap Tuti yang di dampingi oleh Sekdesnya.
    Masih menurut Kades Tuti jumlah pemohon yang mendaftar pada waktu program prona tersebut berjumlah 165 bidang, “kurang lebih 165 bidang kalau nggak salah, saya lupa dan itu kecil” Lanjut Tuti.
    Sementara itu warga telah mengadukan dan melaporkan pungutan tersebut melalui Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Metro (Mediasi Tropong Rakyat Otonom). Ketika dikonfirmasi HAPRA menjelaskan
    Dalam penjelasannya, Suryanto Karyawan ketua LSM Metro mengatakan bahwa apabila pungutan itu benar terjadi maka Kepala desa Sitimerto telah melanggar UU no 3 tahun 1999 jo UU no 20 tahun 2001.
    UU tersenut menurut Suryanto berisi tentang pemberantasan tindak pidana korupsi dengan ancaman 10 tahun penjara, “Kami minta mohon pihak Kejaksaan dan pihak terkait segera menindak dengan tegas Kades Sitimerto tersebut” Pungkas Suryanto.
    Sedang peraturan Badan Pertanahan Nasional (BPN) nomor SK no 55-IX-2005 tanggal 1 april 2005 Tentang pembentukan program Ajudifikasi tersebut di katakan tidak ada biaya atau gratis.
    "Karena segala bentuk kegiatan dalam proses Ajudifikasi di tanggung oleh Negara, dana tersebut berasal dari Bank Dunia pada tahun 2005 juga pertanahan daerah dan APBD" Ungkap Suryanto
    Tujuan program Prona tersebut memang untuk membantu masyarakat miskin agar memperoleh sertifikat tanah. Dengan demikian ada kepastian hukum atas kepemilikan tanah atas milik mereka.
    Program yang mulia tersebut ternodai oleh ulah oknum-oknum perangkat desa yang di manfaatkan untuk kepentingan pribadi melalui berbagai cara, salah satunya adalah dengan cara minimnya sosialisasi, dan pihak panitia Program Ajudifikasi prona tidak sosialisasi ke warga bahwa program tersebut sudah di biayai oleh Bank Dunia. (Tim Telusur Jejak HAPRA)

Temuan : SK Ganda. Pengangkatan Kepala Sekolah

Kediri,HAPRA Indonesia - Penemuan bukti salinan Surat Keputusan (SK) Bupati Kediri nomor: 821.2/ 123/418.64/2009 tentang pemindahan dan penugasan guru sebagai kepala sekolah Pertanian Pembangunan Kabupa- ten Kediri bakal menjadi PR untuk KPK dalam memberantas korupsi.
    Keberadaan SK bupati yang di duga kuat ganda tersebut, sangat berpotensi merugikan nega- ra. SK Ganda tersebut sama-sama mendapat persetujuan Baperjakat pada berita acara no : 821.2/26/418.64.2009 tanggal 25 mei 2009 tentang Penugasan guru sebaga Kepala sekolah Pertanian Pembangunan Kabupaten Kediri.
    SK yang diduga ganda ter- sebut di tandatagani Bupati Kediri Ir H Sutrisno. Hanya perbedaan kedua SK tersebut terletak pada Golongan ruang/pangkat beserta gaji.
    Pada SK pertama tertulis Nama Suwarno Nyoto.SPd Nip .196204011985121002 dengan pangkat/golongan ruang Penata (III/c ).
    Tertera dalam SK, jabatan Suwarno sebagai guru Dewasa DPK pada SMK 17 Pare Kabupaten Kediri dipindahkan jadi guru DPK pada sekolah Pertanian Pembangu nan Kabupaten Kediri dan diberi tu- gas tambahan.
    Tugasnya disebut sebagai Kasek Perta nian Pembangu nan Kabupaten Kediri dengan gaji Rp 570 ribu, tertanggal 01-06-200.
    Sedang pada SK yang Ke dua tertulis dengan Nama dan Nip yang sama (Suwarno Nyoto.SPd).
    Perbedaanya terletak pada kepangkatan, jabatan dan gaji/tunja ngan.
    Bila pada SK pertama Suwarno berpangkat / golongan (III/C) maka pada SK ke dua Suwarno sudah naik ke posisi Pembina (IV/a) begitu juga dengan gaji yang harus dierimanya.
    Di Sk pertam Rp.570 ribu pada SK ke dua bertambah menjadi Rp 640 ribu
    Kelompok Koerom LSM Peduli Pendidikan Bj Karnelly menyatakan akan terus melakukan gerakan dalam mengungkap kasus tersebut, menurutnya diduga masih banyak SK lain yang
    Masih menurut Karnely, "Potessi kerugian negara dari contoh satu kasus ini saja sudah ratusan juta.Coba dihitung bila setiap bulan Suwarno menerima gaji dobel selama bertahun tahun, berapa kerugian negara" Tandas- nya
    Ditambahkan oleh Karnely, "Belum lagi SK ganda lainya yang diduga masih ada dan mungkin banyak, menurut sumber orang dalam, dulu jaman bupati Sutrisno beberapa memang dibikinkan SK dobel, yang mana dari gaji pada SK yang satunya masuk ke kantong beliau" tandasnnya.
    Dari telusur jejak HAPRA, dari Kantor Kepegawaian Daerah Kabupaten Kediri dinyatakan kepangkatan yang sah dari Suwarno Nyoto adalah golongan (III/C), sehingga sudah selayaknya dan patut diduga adanya suatu permainan.
    Begitu juga dengan pengarah pada penerbitan KS abu-abu/abal-abal, dengan potensi keru gian negara pembaya- ran gaji dobel sejak 2009, itupun baru satu yang ketahuan. Apalagi sekarang jamanya Kasek yang di PLT.
    Dengan demikian, Kasek belum berhak menentukan keputu- san definitif dari lemba- ga yang dipimpimya, sehinngaa muaranya tetap sama yaitu segala keputusan masih dipegang langsung oleh Bupati sebagai pemimpin tertinggi di Kabupaten kediri.
    Di lain waktu, Bahtiar anggota komisi D DPRD Kab Kediri kepada HAPRA yang melakukan telusri jejak terkait SK ganda tersebut, menuturkan, "Suwarno Nyoto seharusnya dipecat dari jabatanta sebagai kepala sekolah" Ujarnya.
    Bahtiar menambahkan bahwa dirinya sebagai anggota komisi yang membidangi pendidikan, mengangap Suwarno Nyoto sudah tidak layak untuk memimpin lembaga sekolah tersebut,bigitu juga dengan si pembuat SK yang mengatasnamakan Bupati.
    Ditandaskan Bahtiar "Seharusnya merekalah yang lebih dahulu disalahkan" Ujarnya
    Ditambahkan "Pekerjaan begitu saja tidak pecus, lantas apa yang mereka kerjakan sehari hari,apakah mereka hanya menanti jam untuk pulang". kata Bahtiar dengan sinis.
    Sementara itu, Hasyim ketua Komisi D DPRD Kabupaten Kediri, mengatakan bahwa pihaknya sudah memangil Suwarno Nyoto beserta pihak-pihak yang berhubungan dengan hal tersebut.
    Hasyim juga mengatakan bahwa setelah diteliti dari beberapa kasus yang dilakukan Suwarno, Komisi D telah merekomendasikan agar Suwarno dipecat dari Korp Pegawai Negeri Sipil (PNS) Kabupaten Kediri.
    sementara itu Plt Kabag Humas dan Protokoler Kabupaten Kediri Edi purwanto, SH, saat di konfirmasi di pendopo terkait SK ganda suwarno, Edi mengatakan kepada hapra "nanti saya ceknya di lapangan,saya belum tau pasti kebenaran mengenai SK ganda yang benar", setelah selang beberapa saat edi konfirmasi kepada hapra lewat telpon menegaskan bahwa yang benar yaitu PANGKAT/GOL. RUANG : penata ( III/c ).(Luh/Li/Di)

RUPS Gudang Garam Tahun 2011

Kediri,HAPRA Indonesia - Rapat Umum Pemegang Saham PT Gudang Garam Tbk produsen rokok skala nasional yang basisnya di Kota kediri, secara berkala tiap tahun menggelar RUPS tahunan.
    Untuk tahun ini, PT Gudang Garam akan kembali menggelar RUPS, dan materi RUPS telah ditetepkan untuk di gelar pada hari 'H' nanti di  Kilisuci Ballroom Grand Surya Hotel Jl Dhoho 95 Kediri.
    Info yang diperoleh HAPRA, dalam gelar RUPS nanti adalah Laporan Direksi mengenai jalannya usaha Perseroan selama tahun buku yang berakhir 31-12-2010, sedang agenda ke dua Pengesahan atas Neraca dan Perhitungan Laba Rugi Perseroan untuk tahun buku yang berakhir pada tanggal yang sama.
    Susilo Wonowidjojo Presiden Direktur PT Gudang mengatakan seusai gelar RUPS tahun lalu, bahwa di tahun 2010 menelorkan sebuah keputusan, yaitu memutuskan membagikan dividen untuk tahun buku 2009 sebesar Rp 1,25 triliun.
    Dikatakan juga oleh Susilo Wonowidjojo saat itu, “Besar dividen yang dibagikan kepada masing-masing pemegang saham mencapai Rp 650 per saham,” Ujarnya.
    Susilo Widjojo saat itu kepada kalangan Pers, menyebutkan bahwa pangsa pasar rokok di Indonesia masih tetap terbuka lebar. Bahkan, beberapa masalah yang muncul belakangan, seperti tentang peraturan, maupun berbagai fatwa haram tidak membuat omzet perusahaan ini turun.
    Pelaksanaan RUPS tahun lalu, selain menetapkan dan membagikan dividen 2009, juga menetapkan gaji atau tunjangan para anggota dewan komisaris, yaitu untuk presiden komisaris maksimum 40% dari gaji dan tunjangan presiden direktur, serta untuk komisaris maksimum 20% dari gaji dan tunjangan presiden direktur.
    Untuk tahun ini pelaksanaan RUPS yang selalu dilakukan ditempat yang sama, yaitu Kilisuci Ballroom Grand Surya Hotel Jl Dhoho 95 Kediri pada hari Jumat, 24 Jun 2011 Waktu: 09:00 WIB. (RPHI).

Rokok Tjap 93
Sebelum ada rokok cap Gudang Garam (GG), ada rokok cap 93 yg pada tahun era 50 an rokok cap 93 di Jawa Timur sudah tak asing lagi ketenarannya. Rokok tersebut didirikan dan dikelola pamannya Tjoa Ing Hwie.
    Tjoa Jien Hwie alias Surya Wonowidjoyo (Fujian, Republik Rakyat Cina, 1923 - 1985) adalah seorang pengusaha Indonesia yang merupakan pendiri Gudang Garam, salah satu produsen rokok terbesar di Indonesia.
    Ia berimigrasi ke Indonesia pada waktu berumur 3 tahun bersama keluarganya. Di Indonesia, mereka pertama kali menetap di Sampang, Madura. Surya sejak kecil sudah bergelut di bidang industri rokok.
    Tjoa Ing Hwie sendiri saat  kala itu usianya sekiar 20 tahun, prestasi yang bisa dibanggakan keluarga, membuat Tjoa Ing Hwie yang semula pegawai biasa akhirnya dipercaya menempati posisi direktur.
    Kemampuan Tjoa Ing Hwie yang makin mendalam tentang rokok, pada tahun 1956 dia mengundurkan diri dari perusahaan rokok milik pamannya. Upaya memiliki perusahaan rokok sendiri akhirnya terlaksana.
    Pada26 Juni 1958, Tjoa Ing Hwie yang saat itu berusia 35 tahun berhasil mendirikan perusahaan rokok klobot dan diberi merek Inghwie. Merek Inghwie kian terkenal. kalangan konsumen sampai-sampai ada yang membuat pelesetan kata.
    Inghwie dipelesetkan menjadi tingwe (linting dewe). Ucapan rokok Tingwe sangat lengket di masyarakat dan membuat rokok Inghwie makin dikenal. Tak salah juga, Tingwe kalau dipanjangkan bisa menjadi Tjoa Ing Hwie.
    Perusahaan rokok milik Tjoa Ing Hwie yang memproduksi rokok klobot cap Inghwie semakin hari kian berkembang sangat pesat. Dua tahun sejak berdiri kemudian merek rokok  Inghwie diganti dengan Pabrik Rokok Tjap Gudang Garam.
    Bergantinya nama yang di adopsi pandangan mata Tjoa Ing Hwie kala berangkat dan balik kerja melihat sederet gudang  garam di dekat rel kereta api dan jauh kebelang sana terdapat pegunungan. Mengilhami merek rokok yang diproduksinya.
    Pabrik Rokok Tjap Gudang Garam dipilih Tjoa Ing Hwie mengantarkan kejayaan dan ketenarannya sampai sekarang. Saat ini GG ibarat menjadi rajanya rokok yang berbasis di Kediri.
    Untuk melempar produknya, tidak langsung dari pabrik ke konsumen, melainkan melalui PT Surnya Pamenang baru ke pedagang eceran dan sampai berakhir di konsumen. Yang dilakukan GG tersebut adalah bentuk mata rantai perdagangan yang terkonsep secara profesionalisme. (RPHI).

Rekomendasi Sudah Ada, Izin AMDAL Belum Turun

Proyek Water Park & Bukit Podang Residence
Dugaan makin kuat terbukti meski belum berijin tetap saja pembagunan Water Park jalan terus, tentu hal itu sudah di prediksi oleh banyak pihak, sumber pejabat dan Anggota Dewan mengarah bahwa proyek Water Park dan Bukit Podang Residence adalah pemilik orang paling berkuasa di Kabupaten Kediri adalah bukan isapan jempol semata.   
Kediri,HAPRA  Indonesia - Dari hasil penelusuran dan investigasi yang berhasil dihimpun oleh HAPRA dari berbagai sumber. Ternyata penajuan permo honan ijin / rekomendasi yang berbunyi pemanfaatan ruang untuk pem- bangunan Water Park dan perumahan dengan fasilitas pendukungnya ke Pemerintah Kabupaten Kediri diajukan pada tanggal 21 Januari 2009 yang lalu.
    Kemudian pihak Pemerintah Kabupaten Kediri pada saat era Bupati Sutrisno telah mengeluarkan rekomendasi tentang persetujuan Pembangunan Water Park dan Bukit Podang Residence pada tanggal 11 bulan 6 tahun 2010.
    Pemohon Proyek Water Park dan Bukit Podang Residence tersebut adalah Bumi Griya Bersama yang beralamat di jalan Panji no 64 Sidomulyo Kecamatan Semen.
    Hal itu tertuang di nomor 050/108/418.60/2009. tertanggal 11 bulan 6 tahun 2009 atas nama Bupati Kediri dan di tanda tangani oleh Sekretaris Daerah Kabupaten Kediri H Supoyo SH MSI.
    Sedangkan rekomendasi pembangunan Mega Proyek tersebut di perkuat oleh surat keputusan Bupati Kediri  tertanggal 18/9/2009 dengan nomor 188.45/278/418.32/2009.
    Bupati Kediri pada saat itu tertanda Sutrisno dengan salinan aslinya atas nama Sekretaris Daerah, Asisten  Administrasi umum dan ditanda tangani oleh Kepala Bagian hukum Eko Sujatmiko SH MM.
    Seperti di ketahui  ijin Amdal dari Pemerintah Provinsi Jawa Timur  belum turun.
    Tetapi anehnya pihak Pemerintah Kabupaten Kediri telah lebih dulu mengeluarkan mereko- mendasi atas pemba ngunan Water Park dan Bukit Podang Residence.
    Bahkan berita terakhir pembangunan tersebut belum di lengkapi ijin IMB dan HO apalagi Amdal.(C@HYO).

Berita Terkait :
01. Izin Amdal Mega Proyek Diselimuti Kabut
02. Lahan Gumul Paradise Island Milik Siapa
03. Pembangunan Water Park Pagung Tanak Ganti Dibuat Bancaan ?
04. Water Park & Bukit Podang Residence Rekomendasi Sudah Ada, Izin AMDAL Belum Turun

Izin Amdal Mega Proyek Diselimuti Kabut

Kediri, HAPRA Indonesia -  Dampak yang ditimbulkan dari pembangunan Mega proyek Water Park Pagung dan Bukit Podang Resident di Desa Pagung Kecamatan Semen Kabupaten Kediri Jawa Timur satu persatu mulai terungkap.
    Selain batas tanah milik beberapa warga yang terserobot mega proyek Water Park dan bengkok sawah milik perangkat Desa Pagung yang berada di dekat lokasi pembangunan Water Park dan kesulitan mendapatkan pengairan sawah bengkoknya karena adanya pembagunan Water Park dan diduga mennganggu sistem pengairan.
    Menurut sumber dari HAPRA, diatas megaproyek tersebut bengkok desa milik Kepala Desa Pagung ikut 'terserobot' dalam Proyek tersebut.
    Menurut sumber bengkok milik Kades Pagung Supani tersebut “terserobot” hingga 5 hektar, sedangkan mega proyek Water Park Pagung dan Bukit Podang Residence secara keseluruhan seluas 50 hektar.
Masih menurut nara sumber media ini yang namanya enggan disebutkan mengatakan bahwa bengkok kepala Desa Pagung yang digunakan untuk Water Park Pagung dan Bukit Podang Residence, tentu hal inilah yang menarik karena proses dari tukar guling bengkok tersebut tidak jelas.
    Sementara itu Supani Kepala Desa Pagung saat ditemui media ini dan ditanya terkait Water Park Pagung dan Bukit Podang Residence yang pembangunanya berada di wilayahnya, Supani selalu bungkam.
    Supani dengan tersenyum selalu mengatakan kalau bertanya terkait Water Park Pagung dan Bukit Podang Residence untuk bertanya ke Camat Semen,
    “Tanyakan pada Pak Camat saja, saya hanya orang kecil dan hanya bawahan” Kata Supani sambil tersenyum.
Selebihnya Supani mengatakan bahwa posisinya di Mega Proyek Water Park Pagung dan Bukit Podang Residence sebagai ketua tim untuk wakil dari desa, namun Supani enggan menyebutkan apa tugasnya.
    Ditambahkan oleh Supani dan mengatakan “Segala sesuatu yang terkait water park, silahkan bertanya ke Pak Camat Semen” ujarnya. Sedangkan  itu terkait permasalahan izin Amdal dari Water Park dan Bukit Podang Residence dan tukar guling bengkok Desa Pagung masih belum misterius.
    Sementara itu Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Kediri Ir Didi Eko Tjahyono MM, masih saja sulit untuk di temui di kantornya, staffnya selalu menga- takan kalau bosnya tersebut sedang dinas luar.
    Ketika HAPRA mencoba menghubungi ponselnya namun sayang baik di telpon maupun di hubungi melalui pesan singkat berulang ulang selalu tidak di balas.
    HAPRA kembali mendatangi kantor Lingkungan Hidup Kabupaten Kediri yang kantornya berada di belakang kantor Catatan Sipil Kabupaten Kediri, akhirnya diterima oleh Ahmad Syaifuddin Kepala Tata Usaha Lingkungan hidup Kabupaten Kediri.
    Menurut Ahmad Syaifuddin, Izin Amdal Water Park dan bukit Pagung Residence sudah keluar, “Izinnya sudah keluar, tetapi bukan sini (Dinas Lingkungan Hidup Kab Kediri red) yang mengeluarkan, izin itu Dinas Provinsi Jawa Timur yang mengeluarkan, disini yang merekomdasikan” terangnya.
    Lebih lanjut Ahmad Syaifuddin mengatakan bahwa Dinas lingkungan Hidup Kabupaten Kediri hanya berkapasitas melakukan pengajukan atau koreksi yang kemudian pihak Dinas Lingkungan Hidup Provinsi JawaT yang akan mengeluarkan izin Amdalnya.
    Ahmad juga mengatakan “Kapan hari kepala Desa Pagung ke Surabaya bersama beberapa orang dari Pemkab Kediri untuk presentasi di Dinas Lingkungan Hidup Provinsi.
    Untuk keperluan izin Amdal tersebut. Sekarang khan pem- bangunannya sudah berjalan terus, berarti izinnya sudah turun” tandas- nya.
    Ditempat terpisah hal senada di katakan oleh Joko suskiono kepala Pelayanan Perizinan terpadu (KPPT) kepada HAPRA menjelaskan bahwa izin untuk Water Park saja yang sudah turun, sedangkan Bukit Podang Residence belum ada, soalnya khan belum ada bangunanya” Tutur Joko.
    Joko Suskiono mengungkapkan bahwa Izin Water Park izin Amdalnya sudah keluar tetapi bukan dari pihanya (KPPT red), “Izinnya langsung dari Bupati, Bupati yang tanda tangan” Ungkap Joko.
    Kenapa bupati? Joko menjelaskan kenapa Izinnya langsung Bupati, Joko beralasan karena nilai restribusi dari Water Park akan besar untuk PAD (Pendapatan Asli Daerah) Pemkab Kediri.
    Sedangkan Camat Semen Arif Gunawan sampai berita ini di tulis belum juga dapat di konfirmasi, "Pak Camat sedang di lapangan" Kata Salah satu staff kepada.
    Sementara itu Plt Kepala bagian Humas dan Protokuler Kabupaten Kediri Edhi Purwanto SH ketika di konfirmasi juga membenarkan akan sudah turunnya Amdal untuk Water Park namun agak berbeda dengan keterangan Joko Suskiono Kepala KPPT.
    Menurut Edhi Purwanto Izin Amdal untuk Water Park Sudah turun, Edhi menjelaskan “bahwa Izin Water Park Pagung dan Bukit Podang Residence merupakan satu paket dan amda sudah turun dari Gubernur Jawa Timur.
    Dikatakan Edhi, turunnya izin Amdal melalui kantor Pelayanan Perizinan Terpadu Provinsi Jawa Timur dengan nomor P2T/8/17.01/VII/2010 tanggal 27 Juli 2010” Tegas Edhi.
    Hal berbeda di katakan oleh Suryanto Karyawan dari  Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Metro (Mediasi Teropong Rakyat Otonom),
Sebuah LSM yang concent dengan masalah Lingkungan Hidup.
    Menurut Suryanto kepada HAPRA yang di konfirmasi lewat ponsel mengatakan bahwa Izin Amdal untuk Water Park Pagung dan Bukit Podang Residence belum ada.
    Suryanto melalui ponselnya mengaku dirinya sudah mengecek langsung ke Dinas Provinsi Jawa Timur dan dari situ di ketahui bahwa Izin Amdal tersebut belum ada sampai sekarang.
    Lebih lanjut Suryanto mengatakan, ”Saya telah mengecek langsung ke Dinas Lingkungan Hidup Pemprov Jawa Timur.
    Bahwa izin Amdal untuk Water park Pagung dan Bukit Podang Residence belum ada" ucapnya.
    Surtanto menambahkan "Saya telah menghubungi Rahmad Widodo selaku staff dari Dinas Lingkungan Provinsi yang mene- rangkan bahwa izin Amdal belum ada” kata Suryanto karyawan menirukan Rahmad Widodo.
    Bahkan menurut Suryanto pembangunan proyek Water Park Pagung dan Bukit Resident harus dihentikan, sebelum izin Amdalnya turun,”
    Pembangunan harus di hentikan dulu karena izin HO dan IMB belum ada” Pungkas Suryanto.
    Menurut informasi yang diperoleh HAPRA, juga mendapatkan informasi dari dalam kalangan anggota DPRD Tingkat I Jawa Timur bahwa izin Amdal Water Park Pagung dan Bukit Podang Residen- ce belum ada izinnya.
    Sementara itu dari pantauan  di lapangan dan informasi yang berhasil di himpun dari berbagai sumber, disekitar lokasi rencana proyek pembangunan Water Park saat ini penggalian tanah untuk pondasi, dan pembangunan terus berjalan.
    Menurut sumber saat ini Kepala Desa Pagung Supani menjadi ketua tim mewakili desa, sedangkan pimpinan proyek di pegang oleh Sekretaris Desa Pagung Purnomo.
    Tetapi pelaksana harian di laukakan oleh Kepala dusun Pagung Sukarni yang sehari hari datang ke lokasi proyek kata sumber.
    Nara sumber HAPRA juga mengatakan bahwa nilai dari proyek Water Park Pagung dan Bukit Podang residence adalah senilai Rp 500 Milliar.
    Dalam jangka 5 tahun ke depan, dan nantinya Bukit Podang Residence akan berisi perumahan mewah dengan 1200 unit rumah mewah, yang perunitnya ada yang senilai 1 Milliar.  (C@HYO).
 Berita Terkait :

Lahan Gumul Paradise Island Milik Siapa

Diduga Ada Permainan Nilai Kontrak
Kediri, HAPRA Indonesia - Soft opening wisata air yang di resmikan pada hari sabtu tanggal 5 maret 2011 jam 11siang, pada waktu yang silam  oleh Bupati Kediri dr Hj Haryati Sutrisno di area Simpang Lima Gumul (SLG).
    Wisata air tersebut disebut sebagai Gumul Paradise Island dan mengklaim diri sebagai wahana permainan air dengan permainan seluncur pertama dan terlengkap di Jawa Timur.
    Gumul Paradise Island terletak di jalan SLG sebelah barat dan  masuk Desa Sumberejo Kecamatan Ngasem Kabupaten Kediri.    
    Permainan di Gumul Paradise Island sangat lengkap dari permainan air yang sudah ada di tempat lain.
    Permainannya antara lain speed slide, body slide, jamur air, kid water play set, flaying fox dan kolam arus.     Sementara itu, soal harga tiket masuknya untuk dewasa Rp 25.ribu untuk  week day dan week end Rp 30 ribu sedangkan untuk anak anak pada  week day Rp 20 ribu dan week end Rp 25 ribu

Dikelola Swasta
Yang menarik adalah siapa pemilik lahan di area Gumul Paradise Island tersebut.
    Hal itu sangat membingungkan karena wisata air tersebut ternyata di kelola oleh pihak swasta.
    Tanah kawasan SLG adalah tanah mi- lik Pemkab Kediri yang dibeli  dengan dana rakyat melalui APBD, tentu ini patut untuk di pertanyakan.
    Menurut informa- si yang di dapat media ini, Tanah tersebut milik Pemkab Kediri, namun Gumul Paradise Island telah di kelola oleh pihak swasta.
    Sedangkan pihak Pemkab Kedri di wakili oleh Dinas Pariwisata seni dan Budaya.
    Menurut sumber HAPRA, ini diduga ada permainan nilai kontrak antara Pemkab Kediri yang di wakili oleh Dinas Pariwisata Seni dan Budaya dengan pihak ketiga.
     Dalam hal ini pengelola tempat wisata air tersebut.
    Dimana nilai kontrak “resmi” antara Dinas pariwisata seni dan Bu- daya dengan pihak ketiga dengan nilai yang kecil untuk di setor ke DPPKAD.
    Namun di bawah “tangan” pihak Parsenibud dengan pihak pengelola dengan nilai sendiri, hal tersebut di lakukan untuk menge labuhi perjanjian nilai kontrak.
    Di konfirmasikan tentang hal tersebut Plt Kepala Humas dan Protokuler Pemkab Kediri Edhi Purwanto belum bisa memberi jawaban.”Nanti saya tanyakan hal itu, lahan Gumul Paradise Island di Simpang Lima Gumul milik siapa” kata Edhi. (C@HYO).

Berita Terkait :
 01. Izin Amdal Mega Proyek Diselimuti Kabut
02. Lahan Gumul Paradise Island Milik Siapa
03. Pembangunan Water Park Pagung Tanak Ganti Dibuat Bancaan ?
04. Water Park & Bukit Podang Residence Rekomendasi Sudah Ada, Izin AMDAL Belum Turun
05. Rekomendasi Sudah Ada, Izin AMDAL Belum Turun

Water Park & Bukit Podang Residence

PT Bumi Griya Bersama Langgar Rekomendasi ?
Kediri, HAPRA Indonesia -  Dari  surat rekomendasi dari Pemerintah kabupaten Kediri tersebut ada point yang pada intinya pemohon atau yang mengerjakan pembangunan Water Park tersebut jelas-jelas di sebutkan pemohon tidak di perbolehkan melaksanakan aktifitas sebelum mendapatkan rekomendasi pemanfaatan  ruang serta perijinan lainnya.
Jadi sebenarnya Pemohon dalam hal ini PT Bumi Griya Bersama telah melanggar surat rekomendasi tersebut di poin tersebut diatas, karena belum adanya rekomendasi terkait Amdal tetapi sudah melakukan pengerjaan pembangunan Water park tersebut.
Di sisi lain pihak Pemkab Kediri pada saat era Bupati Sutrisno dengan berani telah mengeluarkan atau merekomendasikan pembangunan Water park tersebut meski Amdal dari Pemerintah Provinsi belum ada.
Belum lagi dalam surat rekomendasi yang di buat oleh Pemkab Kediri sendiri kepada PT yang melakukan pembangunan Water Park, dalam surat rekomendasi tersebut berisi 20 point tentang hal hal atau syarat yang harus di penuhi oleh pihak PT yang akan membangun Water Park tersebut.
Dari 20 point isi rekomendasi tersebut antara lain memuat peraturan berisikan tentang tata ruang wilayah, tentang kemiringan tanah yang harus di sesuaikan dengan kondur tanah, pembangunan tersebut tidak merusak ekosistim lingkungan dan di larang melakukan pemotongan dan pengerukan lahan.
Di isi rekomendasi tersebut juga memuat pembagunan water park dan perumahan dengan fasilitas pendukungnya di wajibkan memenuhi persyaratan kehandalan dan laik fungsi bangunan, pembangunan water park dan perumahan di haruskan adanya ruang terbuka hijau, dan sumur sumur resapan dan masih banyak lagi isi rekomendasi yang lain.
Dan dari kasus peludahan yang dilakukan oleh Polmas  desa Pagung terhadap Kades Pagung beberapa waktu yang lalu merupakan indikasi kuat bahwa kasus tanah terkait Water Park masih dalam permasalahan khususnya terkait ijin IMB dan HO, belum lagi masalah tanah bengkok milik perangkat yang menurut sumber sekarang tidak bisa teraliri air karena pembangunan Water park tersebut.
Menurut nara sumber permasalahan tersebut adalah batas tanah milik beberapa Warga yang berbatasan langsung dengan proyek Water Park, yang di duga “terserobot” oleh pihak Proyek water park.
Dan permasalahan yang lain adalah tanah bengkok milik sekretaris desa dan salah seorang perangkat yang berada di dekat water park yang kesulitan mendapatkan pengairan karena akses jalan air yang mungkin tertutup oleh aktifitas pengurukan tanah yang sekarang sedang di kerjakan.  (C@HYO).

Berita Terkait :
01. Izin Amdal Mega Proyek Diselimuti Kabut  

Pembangunan Water Park Pagung

Tanah Ganti Dibuat Bancaan ?
Kediri,HAPRA Indonesia – Dampak pembangunan Mega proyek Water Park Pagung dan Bukit Podang Residence yang ada di Desa Pagung Kecamatan Semen Kabupaten Kediri, dan batas tanah milik beberapa warga dan juga milik tiga perangkat desa Pagung sendiri, yaitu bengkok kepala Desa Pagung, sekretaris Desa dan Jogoboyo Pagung.
    Selain masih tidak jelasnya tukar guling bengkok desa yang terserobot Proyek Water Park, ternyata pihak desa tidak transparan terhadap berapa luas tanah bengkok milik desa tersebut yang terserobot Proyek Water Park Pagung dan Bukit Podang Residence.
    Selain itu ada ruas jalan selebar dua meter yang masih berupa jalan tanah liat milik jalan desa, sebagai akses jalan penghubung antara desa Kedak yang melintasi dukuh Ngasinan desa Pagung sampai dusun Pagung yang berada di tengah sawah dan hutanpun telah terpotong dan serta telah di bangun pondasi oleh Proyek Water park tersebut yang di sebelah barat Gunung klotok kediri tersebut.
    Menurut sumber HAPRA mengapa sampai sekarang HO yang berakibat Amdal Water Park pagung dan Bukit Podang Residence belum keluar adalah karena masih ada tuntutan dari warga Karena jalan akses jalan desa di tengah proyek tersebut di buntu oleh pembangunan proyek tersebut.
    Masih menurut sumber jalan desa tersebut ada di leter C desa, “Jadi pihak desa menjual jalan desa, tanpa persetujuan BPD dan warga pemilik lahan sekitar Water Park  yang jelas berkepentingan akan pentingnya jalan untuk mereka.
    Permasalahan tanah bengkok milik desa yang terpakai Proyek Water Park di rasakan oleh sumber HAPRA tidak transparan karena tanah bengkok desa tersebut mulanya hanya lebar 14 meter, tetapi belakangan setelah di ukur ternyata selebar 16 meter, memanjang dari jalan aspal ke jalan menuju lokasi proyek yang panjangnya belum di ketahui.
    Kelebihan 2 meter tersebut tidak di laporkan ke BPD atau masyrakat dan hal ini menurut sumber menjadi bahan pertanyaaan banyak warga dan tokoh masyrakat desa Pagung.
Pantauan HAPRA Jalan akses desa tersebut telah didirikan pondasi cor yang dari batu dan semen untuk pagar keliling Water park, warga yang mempunyai lahan sawah di sekitar water park menjadi bingung karena jalan tersebut adalah jalan satu satunya transportasi untuk menggangkut hasil panen mereka.
    Yang menarik lagi adalah luas tanah keseluruhan yang akan di pakai oleh Mega Proyek Water Park Pagung dan Bukit Podang Residence, menurut sumber adalah 58 tidak sama yang tercantum dalam rekumendasi dari Pemkab Kediri yang menyebut kalau luas Tanah untuk mega proyek tersebut “hanya” 50 hektar.
    Permasalahannya yang muncul sekarang adalah uang ganti rugi pembelian tanah bengkok ketiga perangkat desa yang terkepras proyek Water park tersebut tidak di masukan ke kas desa tetapi di bagi bagi dan di buat bancakan di bagi dari RT dan lembaga desa, dan yang 30 % di bagi ke semua perangkat dan lemabaga desa.dan yang 70% masuk ke kantong pribadi perangkat desa.
    Dan hasil “kelebihan” dua meter tanah bengkok tersebut tidak di laporkan ke tokoh masyarakat setempat atau BPD, dan di duga kuat di buat permainan oleh perangkat untuk kepentingan pribadi masing masing perangkat.
    Sementara Kades Pagung Supani saat di konfirmasi hal tersebut sulit di temui, sementara Camat Semen Arif gunawan tidak berada di temapat," Bapak Ke Pemkab (Kantor Pemkab Kediri red)" kata seorang staff.
    Sedangkan Plt Kepala Humas dan Protokuler Edhi Purwanto menanggapi dingin tentang masalah tukar guling desa Pagung tersebut, menurut Edhi Purwanto masalah ganti rugi atas pembelian tersebut adalah sepenuhnya menjadi urusan warga desa setempat dengan pihak proyek Water park.
    Lebih lanjut Edhi Purwanto menjelaskan soal tanah yang “terkepras” proyek Water  Park yang menghubungkan antar desa, rencananya akan di buatkan jalan penghubung di sebelah timur dan barat proyek tersebut.
“Dan masing masing jalan nantinya akan belok ke selatan tembus jalan aspal yang ada sekarang. Dengan harapan supaya tanah yang ada di sekitar proyek itu jadi tinggi harganya” Pungkas Edhi.(C@HYO).

Berita Terkait :
01. Izin Amdal Mega Proyek Diselimuti Kabut
02. Lahan Gumul Paradise Island Milik Siapa
03. Pembangunan Water Park Pagung Tanak Ganti Dibuat Bancaan ?
04. Water Park & Bukit Podang Residence Rekomendasi Sudah Ada, Izin AMDAL Belum Turun
05. Rekomendasi Sudah Ada, Izin AMDAL Belum Turun

Senin, 20 Juni 2011

Sat Pol PP Dalam Fungsi Kerjanya


Tulungagung,HAPRA Indonesia - Untuk memahami lebih jauh peran dan fungsi Sat Pol PP, khususnya dalam pembinaan dan penegakan hukum, pertama-tama perhatian kita harus tertuju pada perundang-undangan yang mengatur mengenai Sat Pol PP yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pedoman Satuan Polisi Pamong Praja.
Dengan keluarnya Peraturan Pemerintah ini, diharapkan berbagai kesimpangsiuran organisasi, tugas, dan fungsinya serta hal lain yang menjadi atribut Pol PP, yang selama ini dirancang secara berbeda-berda antara Pemda baik ditingkat Provinsi maupun Kabupaten/Kota dapat segera diseragamkan.
Adapun materi yang dimuat dalam peraturan pemerintah ini meliputi susunan organisasi, formasi, kedudukan, wewenang, hak, tugas dan kewajiban Satuan Polisi Pamong Praja. Khusus, mengenai fungsi dan peran dari Sat Pol PP diatur dalam beberapa pasal.
Pada Pasal 3 yang menyebutkan: Satuan Polisi Pamong Praja mempunyai tugas memelihara dan menyelenggarakan ketenteraman dan ketertiban umum,menegakkan Peraturan Daerah dan Keputusan Kepala Daerah.
Sedang Pasal 4 menyebutkan: Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, Satpol PP menyelenggarakan fungsi: penyusunan program dan pelaksanaan ketenteraman dan ketertiban umum, penegakan Peraturan Daerah dan Keputusan Kepala Daerah.
Pelaksanaan kebijakan pemeliharaan dan penyelenggaraan ketenteraman dan ketertiban umum di Daerah, pelaksanaan kebijakan penegakan Peraturan Daerah dan Keputusan Kepala Daerah.
Pelaksanaan koordinasi pemeliharaan dan penyelenggaraan ketenteraman dan ketertiban umum serta penegakan Peraturan Daerah, Keputusan Kepala Daerah dengan aparat Kepolisian Negara, PPNS dan atau aparatur lainnya.
Sedangkan terhadap pengawasan terhadap yangdilakukan dalam tugasnya Sat Pol PP, diharapkan masyarakat agar mematuhi dan menaati Peraturan Daerah dan Keputusan Kepala Daerah.
Fungsi dan peran Polisi Pamong Praja dalam rangka pembinaan keamanan dan penegakan hukum di masa-masa mendatang akan semakin berat sebagai dampak dari munculnya berbagai pengaruh lingkungan stratejik baik global, internasional/regional maupun nasional,
Namun dengan komitmen yang kuat, dedikasi yang tinggi, kemampuan yang memadai serta konsisten dalam melaksanakan tugas, diyakini bahwa tugas yang dipikul akan terlaksana dengan baik sesuai harapan pemerintah daerah dan masyarakat.(Onjik/Bayu).

Sat Pol PP Tulungagung Jalankan Tugas Sesuai Fungsinya

Satuan Polisi Pamong Praja, disingkat Sat Pol PP, adalah perangkat Pemerintah Daerah dalam memelihara ketentraman dan ketertiban umum serta menegakkan Peraturan Daerah. Satpol PP merupakan perangkat daerah yang dapat berbentuk Dinas Daerah atau Lembaga Teknis Daerah.
Tulungagung, HAPRA Indonesia – Polisi Pamong Praja didirikan di Yogyakarta pada tanggal 3 Maret 1950 moto PRAJA WIBAWA, untuk mewadahi sebagian ketugasan pemerintah daerah. Sebenarnya ketugasan ini telah dilaksanakan pemerintah sejak zaman kolonial.
Sebelum menjadi Satuan Polisi Pamong Praja setelah proklamasi kemerdekaan dimana diawali dengan kondisi yang tidak stabil dan mengancam NKRI, dibentuklah Detasemen Polisi sebagai Penjaga Keamanan Kapanewon di Yogjakarta sesuai dengan Surat Perintah Jawatan Praja di Daerah Istimewa Yogyakarta  untuk menjaga ketentraman dan ketertiban masyarakat.
Pada tanggal 10 November 1948, lembaga ini berubah menjadi Detasemen Polisi Pamong Praja.
Di Jawa dan Madura Satuan Polisi Pamong Praja dibentuk tanggal 3 Maret 1950. Inilah awal mula terbentuknya Satpol PP. dan oleh sebab itu, setiap tanggal 3 Maret ditetapkan sebagai Hari Jadi Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) dan diperingati setiap tahun.
Pada Tahun 1960, dimulai pembentukan Kesatuan Polisi Pamong Praja di luar Jawa dan Madura, dengan dukungan para petinggi militer /Angkatan Perang.
Tahun 1962 namanya berubah menjadi Kesatuan Pagar Baya untuk membedakan dari korps Kepolisian Negara seperti dimaksud dalam UU No 13/1961 tentang Pokok-pokok Kepolisian.
Tahun 1963 berubah nama lagi menjadi Kesatuan Pagar Praja. Istilah Satpol PP mulai terkenal sejak pemberlakuan UU No 5/1974 tentang Pokok-pokok Pemerintahan di Daerah.
Pada Pasal 86 (1) disebutkan, Satpol PP merupakan perangkat wilayah yang melaksanakan tugas dekonsentrasi. Saat ini UU 5/1974 tidak berlaku lagi, digantikan UU No 22/1999 dan direvisi menjadi UU No 32/2004 tentang Pemerintahan Daerah. Dalam Pasal 148 UU 32/2004 disebutkan, Polisi Pamong Praja adalah perangkat pemerintah daerah dengan tugas pokok menegakkan perda, menyelenggarakan ketertiban umum dan ketenteraman masyarakat sebagai pelaksanaan tugas desentralisasi
Satuan Polisi Pamong Praja (Sat Pol-PP) sering dianggap sebagai petugas yang kelihatan raja tega dalam menjalankan tugas, itu sering terlintas saat menyaksikan sekelompok Sat Pol PP sedang melakukan razia dan penertipan.
Apakah demikain arogan mereka saat melakukan tugas dan tak ada peri kemanusiaan ? yang jelas tidak demikian. Sepasukan petugas Sat Pol PP yang sering kita lihat meng’obrak-abrik’ warung dipinggiran jalan adalah sikap menjalankan tugas sesuai dengan fungsinya.
Dalam menjalankan fungsi dan perannya, setiap anggota Sat Pol PP selalu dibekali dengan aturan dan berlandaskan kewenangan yang diberikan, selain itu dalam menjalankan fungsi dan tugasnya, Sat Pol PP senantiasa bersikap dan bertindak secara professional.
Maka dengan demikian anggota Sat Pol PP selalu mengedepankan kearifan dalam bertindak sesuai koridor hukum dan nilai-nilai moral, serta memperhatikan Hak Azasi Manusia. Yang kelihatan garang adalah dikap gerak cepat menjalankan tugasnya.
Jadi, yang sering kita lihat sebenarnya bukan sikap arogan, namun memang demikian sikap gerak cepatnya. Sedang yang sering kita lihat mengobrak abrik lokasi (khususnya warung) di area illegal), karena pemilik usaha telah diberi peringatan dan untuk kali sekian terpaksa dilakukan pembersihan.
Perilaku saat melakukan tugas yang demikian, sering terjadi salah tafsir, anggota Sat Pol PP tak akan bergerak tanpa adanya perintah, sedang perintah yang diberikan adalah menjalankan tugas yang terkait dengan aturan Peraturan Daerah (Perda).
Hal itu karena personel Sat Pol PP sebagai bagian dari institusi pemerintah diharapkan tidak rogan dalam menjalankan tugas penertiban dan pelayanan masyarakat. Dengan demikian, Satpol PP harus memahami prosedur tetap (protap) yang ada.
Selama ini Sat Pol PP menjadi momok dikalangan para pedagang kaki lima (PKL). Seperti disampaikan Suroto selaku Kasat Pol PP Kabupaten Tulungagung kepada media ini "Anggota Satpol PP diharapkan menjadi panutan masyarakat dalam bertugas dan harus melepaskan, personel Satpol PP juga harus mengedepankan penataan bukan penertiban” ungkap Suroto.
Ditambahkan oleh Suroto “Karena, penataan memiliki semangat kebersamaan antara masyarakat dan petugas," terang Suroto diruang kerjanya. Dalam menjalankan tugasnya, Satpol PP juga harus menampilkan wajah yang tegas namun tetap humanis.
Tegas tidak dimaknai sebagai sikap yang arogan atau mau menang sendiri, tetapi harus tampil semakin kuat dan kokoh menjalankan tugasnya. Wajah tegas juga berarti tidak mengenal kompromi dan tidak terpengaruh oleh berbagai godaan yang melanggar hukum dan sumpahnya.
"Di sisi lain, wajah humanis bersikap melindungi dan melayani serta berorientasi pada prestasi dalam memberikan pelayan kepada masyarakat serta  mengayomi dalam penekan perda," tegasnya.
Untuk itu, tantangan  Satpol PP ke depan sangat berat karena dihadapkan pada berbagai macam gangguan ketertiban dan ketentraman yang terjadi sebagai dampak perkembangan kehidupan masyarakat.
"Oleh karena itu, untuk menghindari tindakan kekerasan dalam melaksanakan tugas, menjalin kerja sama dengan berbagai pihak. Seperti tokoh masyarakat, tokoh agama dan jajaran pemerintah daerah " pungkas Suroto. (Onjik/Bayu).

Car Free Day Menunjang ‘Langitku Biru’

Hari Bebas Kendaraan Bermotor diperlakukan seluruh dunia untuk ‘memanjangkan. Umur bumi dari pengaruh polusi. Di Kota Marmer Tulungagung, mengawali dari  seputar hamparan Taman Kusuma Wicitra, Car Free Day areanya diperluas.
Tulungagung,HAPRA Indonesia – Car Free Day atau Hari Bebas Kendaraan Bermotor (HBKB) diadakan untuk mengurangi polusi udara dan memberi suasana lingkungan segar, gerakan HBKN makin lama kian menyebar dan hamper seluruh dunia menerapkankan hari yang ramah lingkungan tersebut.
    Tulungagung Jawa Timur, Kota Marmer dalam peduli ramah lingkungan mengikuti jejak daerah lain yang telah memberlakukan HBKN pada hari-hari yang telah dijadwalkan. Maka, saat sehari bebas kendaraan yang akrab disebut Car Free Day, membuat Taman Kusuma Wicitra (TKW) seperti makin bebas memanjakan warga.
    Di TKW yang seakan ‘menyongsong’ tamu dari kantor Pemkab Tulungagung dengan nuansa asri dan menghijaunya tanaman hisa, memberikan nuansa bersih udara, khususnya ketika pada hari yang dinyatakan sebagai Car Free Day.
Ketika sedang berlangsung hari bebas kendaraan bermotor, adalah tinggalkan kendaraan bermotor dirumah dan berjalan kakilah atau gunakan kendaraan tidak bermotor ataupun menggunakan kendaraan umum untuk perjalanan panjang.
Area car free day (tanpa kendaraan bermotor) di Kota Tulungagung yang dilakukan di Alun-Alun Kota setiap hari Minggu, akan diperluas. Dinas Perhubungan, Komunikasi dan Informatika (Dishub Kominfo) Pemkab setempat kini sedang melakukan kajian untuk itu.
"Kita sedang memikirkannya dan  mempertimbangkan bersama Satlantas Polres Tulungagung bagaimana baiknya untuk menambah area Car Free Day," terang Drs Eko Asistono MSi Kadis Dishubkominfo Tulungagung diruang kerjanya pada HAPRA. "Kalau dalam perencanaan area bisa diperluas sampai Jl A Yani Timur atau A Yani Barat atau Jl Diponegoro serta penambahan jam.
Yang penting masyarakat masih bisa menggunakan jalur alternatif jika memang jalan-jalan itu nantinya ditutup untuk kendaraan bermotor secara temporer," paparnya.
Selama ini, area bebas kendaraan bermotor  antara pukul 00.05-0007 hanya berpusat disekitar area Alun-Alun.
Sementara itu, Kasat Lantas Polres Tulungagung  AKP Alfian melalui  Kaurbinops Satlantas Polres Tulungagung, Iptu Widodo menyikapi adanya rencana perluasan Area  Car Free Day  menyatakan. "Masalah car free day merupakan kewenangan Dishub. Kalau memang dipandang layak ada penambahan area kami tentunya akan setuju-setuju saja," katanya.
Menurut Iptu Widodo, penambahan area Car Free Day yang penting jangan sampai berdampak pada kerugian sebagian masyarakat lain di Tulungagung. Utamanya, dalam penggunaan akses jalan raya. "Yang penting jangan  berdampak merugikan masyarakat.
Makanya harus ada jalur alternatif jika suatu jalan ditutup sementara untuk Car Free Day," pungkasnyanya. (San/Onjik).


BERITA SEBELUMNYA

  © HAPRA INDONESIA Media Group ...Berani.Cerdas . Realistis

Ke : HALAMAN UTAMA