Selamat datang di Site Berita Nasional Media Hapra Indonesia . Wartawan Hapra Indonesia dalam menjalankan tugas dibekali kartu wartawan dan bertugas sesuai penempatan yang dikeluarkan oleh Redaksi. Semua Anggota Hapra Indonesia, foto dan nama ada pada situs kami ini, tanpa ada nama dan foto di situs kami, oknkum tersebut BUKAN ANGGOTA HAPRA INDONESIA DAN SEGALA YANG DILAKUKAN DILUAR TANGGUNG JAWAB REDAKSI. LAPORKAN KE PIHAK KEPOLISIAN TERDEKAT

Selasa, 21 Juni 2011

Kades Sitimerto Diduga Lakukan Pungli

Program Prona 2006
Kediri, HAPRA Indonesia – Kejaksaan Negeri (Kejari) Kabupaten Kediri, terkait dugaan pungutan liar (pungli) pada penerbitan sertifikat program nasional (Prona) telah diambil tindakan hukum terhadap beberapa kepala desa seperti.
    Diantaranya Kepala Desa Sidorejo dan Des Gedangsewu, kepala desanya telah di vonis satu tahun penjara. meski akhirnya para terdakwa di putus bebas oleh pengadilan Negeri Kabupaten Kediri,
    Kasus yang melilit Kades terkait program Prona, juga terjadi di beberapa desa lainnya di Kabupaten Kediri. Banyak warga desa yang merasa di rugikan akibat dugaan adanya pungutan liar dalam proses Prona.
    Dugaan adanya pungli yang terjadi didesanya, pada akhirnya terkuak dengan adanya pemeriksaan dari pihak Kejaksaan terhadap Kades mereka tersangkut pelaksanaan proyek Prona.
    Mengetahui beberapa Kades diperiksa Kejaksaan, maka warga yang merasa dirinya dibodohi dan dipermainkan Kadesnya dalam mengurus seretifikat pada program Prona, maka mereka melaporkan adanya pungutan dari program Prona tersebut.
    Sesuai temuan di lapangan, salah satu modus berupa pungutan  pembuatan sertifikat tanah, seperti yang terjadi di Desa Sitimerto Kecamatan Pagu, beberapa warga telah membuat surat pernyataan.
    Surat pernyataan tersebut intinya menyebutkan bahwa Tutu Hartini selaku Kades Sitimerto telah memunggut biaya antara Rp 200 ribu sampai Rp 500 ribu per sertifikat kepada warga yang mengajukan program Ajudifikasi Prona pada tahun 2006 yang silam.
    Karena banyak kasus terkait Ajudifikasi terbongkar, akhirnya beberapa warga kepada menyampaikan ke kalangan pers dan memberi masukan ataupun keterangan terkait pungli yang di lakukan oleh Kadesnya.
    Dalam Telusur Jejak Media HAPRA, di Desa Sitimerto, ada dugaan terjadi pungli Kadesnya dari pengurusan tanah milik Yantono dengan luas 10 Meter persegi. Saat mengurus, Yantono dikenai biaya Rp 250 ribu.
    Sedang Tanah milik Sulaiman luas tanahnya 52 meter persegi dikenai biaya Rp 450 ribu. Sebenarnya masih banyak warga yang akan  menyampaikan hal serupa namun masih  mikir-mikir untuk menyampaikan kepada pers.
    Di tempat terpisah Tuti Hariani Kades Sitimerto ketika di konfirmasi beberapa wartawan kantornya yang letaknya hampir berhadapan dengan kantor Kecamatan Pagu, Tuti  membenarkan adanya biaya yang di bebankan kepada warga pada program prona tahun 2006 yang lalu.
    “Pada waktu itu warga malah bersyukur dengan program sertifikat gratis ini dengan biaya murah sudah mendapat serifikat tanah, kita ini malah tidak dapat apa apa malah tambel biaya" Ujar Tuti Hariani
    Ditambahkan oleh Kades, "Hal itu karena banyak warga yang membayar dengan cara mencicil. Dan bahkan ada warga yang sertifikatnya sudah jadi tapi belum bayar sama sekali” Jelasnya.
    “Uang itu bukan semata dibagi untuk panitia saja, tetapi untuk “pos pos” tertentu seperti Camat, keamanan oknum BPN yang waktu itu ikut terlibat dalam kepanitiaan juga minta jatah” Ungkap Tuti yang di dampingi oleh Sekdesnya.
    Masih menurut Kades Tuti jumlah pemohon yang mendaftar pada waktu program prona tersebut berjumlah 165 bidang, “kurang lebih 165 bidang kalau nggak salah, saya lupa dan itu kecil” Lanjut Tuti.
    Sementara itu warga telah mengadukan dan melaporkan pungutan tersebut melalui Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Metro (Mediasi Tropong Rakyat Otonom). Ketika dikonfirmasi HAPRA menjelaskan
    Dalam penjelasannya, Suryanto Karyawan ketua LSM Metro mengatakan bahwa apabila pungutan itu benar terjadi maka Kepala desa Sitimerto telah melanggar UU no 3 tahun 1999 jo UU no 20 tahun 2001.
    UU tersenut menurut Suryanto berisi tentang pemberantasan tindak pidana korupsi dengan ancaman 10 tahun penjara, “Kami minta mohon pihak Kejaksaan dan pihak terkait segera menindak dengan tegas Kades Sitimerto tersebut” Pungkas Suryanto.
    Sedang peraturan Badan Pertanahan Nasional (BPN) nomor SK no 55-IX-2005 tanggal 1 april 2005 Tentang pembentukan program Ajudifikasi tersebut di katakan tidak ada biaya atau gratis.
    "Karena segala bentuk kegiatan dalam proses Ajudifikasi di tanggung oleh Negara, dana tersebut berasal dari Bank Dunia pada tahun 2005 juga pertanahan daerah dan APBD" Ungkap Suryanto
    Tujuan program Prona tersebut memang untuk membantu masyarakat miskin agar memperoleh sertifikat tanah. Dengan demikian ada kepastian hukum atas kepemilikan tanah atas milik mereka.
    Program yang mulia tersebut ternodai oleh ulah oknum-oknum perangkat desa yang di manfaatkan untuk kepentingan pribadi melalui berbagai cara, salah satunya adalah dengan cara minimnya sosialisasi, dan pihak panitia Program Ajudifikasi prona tidak sosialisasi ke warga bahwa program tersebut sudah di biayai oleh Bank Dunia. (Tim Telusur Jejak HAPRA)

BERITA SEBELUMNYA

  © HAPRA INDONESIA Media Group ...Berani.Cerdas . Realistis

Ke : HALAMAN UTAMA