Tulungagung,HAPRA Indonesia Penambangan pasir di wilayah Kabu paten Tulungagung, kian hari semakin menjadi-jadi.
Dalam melaku kan penambang an pasir, bisa dikatakan besar-beraran tanpa memikir kan adanya dampak lingku ngan.
Dari pantauan Hapra, penambangan yang menggunakan mesin penyedot pasir. Maraknya penambang pasir, telah berkali-kali tindakan pener- tipan petugas dari Pemkab Tulugagung, masih saja terjadi.
"Mereka-kucing-kucingan dengan pegas” ungkap Marno yang se ring melihat ketika menggunakan jasa penyeberang di hamparan sungai Barantas.
Yang marak dilakukan penambangan pasir, hamper sepanjang sungai Brantas yang melintas Tulungagung, diantaranya di Desa Pakel Kecamatan Ngantru. Penambangan di lokasi tersebut terlihat menggunakan 4 mesin penyedot pasir.
Penambangan yang dilakukan di Desa Pakel ini, tergolong kapasitas besar dan dilakukan sepanjang gari, hal ini terbukti masih ada suara mesin penambangan pasir sekitar pukul 02.00 dini hari.
ST dan WR penambang pasir warga Kec. Ngantru mengaku kepada Hapra bahwa setiap hari nya rata 2 biasa menghasilkan 7 rit (truk) bahkan bisa lebih kalao tidak mesin dieselnya yang digunakan menambang tak mengalami kemacetan.
Masih menurut ST dan WR, pasir yang dihasilkan untuk 1 truk bisa laku dijual dengan harga Rp 120 ribu higga 150 ribu. Dari hasil itu di bagi oleh satu team yang terdiri dari 3-4 orang penambang.
Nekatnya para penambang pasir melakukan penambangan meski sering dilakukan operasi, mereka rata-rata mengaku tak memiliki kealihan kerja lain dan sempitnya lapangan kerja yang hasilnya bisa memenuhi kebutuhan,
Karena kebutuhan hidup sehari-hari dan menyekolahkan anak itulah mereka tetap menekuni profesi kerja sebagai penambang dan mengabaikan dampak erosi sungai Brantas yang bisa memicu bencana banjir.(Onjiek)
Dalam melaku kan penambang an pasir, bisa dikatakan besar-beraran tanpa memikir kan adanya dampak lingku ngan.
Dari pantauan Hapra, penambangan yang menggunakan mesin penyedot pasir. Maraknya penambang pasir, telah berkali-kali tindakan pener- tipan petugas dari Pemkab Tulugagung, masih saja terjadi.
"Mereka-kucing-kucingan dengan pegas” ungkap Marno yang se ring melihat ketika menggunakan jasa penyeberang di hamparan sungai Barantas.
Yang marak dilakukan penambangan pasir, hamper sepanjang sungai Brantas yang melintas Tulungagung, diantaranya di Desa Pakel Kecamatan Ngantru. Penambangan di lokasi tersebut terlihat menggunakan 4 mesin penyedot pasir.
Penambangan yang dilakukan di Desa Pakel ini, tergolong kapasitas besar dan dilakukan sepanjang gari, hal ini terbukti masih ada suara mesin penambangan pasir sekitar pukul 02.00 dini hari.
ST dan WR penambang pasir warga Kec. Ngantru mengaku kepada Hapra bahwa setiap hari nya rata 2 biasa menghasilkan 7 rit (truk) bahkan bisa lebih kalao tidak mesin dieselnya yang digunakan menambang tak mengalami kemacetan.
Masih menurut ST dan WR, pasir yang dihasilkan untuk 1 truk bisa laku dijual dengan harga Rp 120 ribu higga 150 ribu. Dari hasil itu di bagi oleh satu team yang terdiri dari 3-4 orang penambang.
Nekatnya para penambang pasir melakukan penambangan meski sering dilakukan operasi, mereka rata-rata mengaku tak memiliki kealihan kerja lain dan sempitnya lapangan kerja yang hasilnya bisa memenuhi kebutuhan,
Karena kebutuhan hidup sehari-hari dan menyekolahkan anak itulah mereka tetap menekuni profesi kerja sebagai penambang dan mengabaikan dampak erosi sungai Brantas yang bisa memicu bencana banjir.(Onjiek)