Selamat datang di Site Berita Nasional Media Hapra Indonesia . Wartawan Hapra Indonesia dalam menjalankan tugas dibekali kartu wartawan dan bertugas sesuai penempatan yang dikeluarkan oleh Redaksi. Semua Anggota Hapra Indonesia, foto dan nama ada pada situs kami ini, tanpa ada nama dan foto di situs kami, oknkum tersebut BUKAN ANGGOTA HAPRA INDONESIA DAN SEGALA YANG DILAKUKAN DILUAR TANGGUNG JAWAB REDAKSI. LAPORKAN KE PIHAK KEPOLISIAN TERDEKAT

Senin, 09 April 2012

Kenaikan BBM

dan
Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia
Oleh : Arief Syaifuddin Huda
Penulis adalah peminat politik kebangsaan tinggal di Jombang – Jawa Timur.

Bulan April disambut rakyat Indonesia dengan penuh keprihatinan. Pasalnya, bulan ini pemerintah telah memutuskan untuk menaikkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM). Jika hanya BBM yang naik, tentu tak terlalu membebani rakyat.
    Tetapi seperti yang sudah-sudah, kenaikan BBM selalu diikuti kenaikan harga bahan pokok (sembako), harga barang kebutuhan dan aneka jasa hampir disemua sektor keperluan hidup. Ibarat virus yang menjadi sebab penyakit, kenaikan harga BBM adalah penyebab dari bertambahnya berbagai beban kehidupan rakyat kecil.
    Sembari menaikkan harga BBM, pemerintah juga terus berusaha membujuk rakyat agar tak bergolak dengan mengatakan bahwa kenaikan harga BBM tak akan banyak membawa pengaruh kenaikan harga barang-barang kebutuhan.
    Pemerintah menyatakan bahwa kenaikan harga tak akan lebih dari sepuluh hingga lima belas persen dari harga sebelumnya. Nilai kenaikan tersebut, dinilai pemerintah masih sangat wajar dan sama sekali tak akan membebani rakyat.
    Dalam hitungan, kenaikan memang hanya sebesar sepuluh atau lima belas persen namun jika kenaikan itu terjadi pada semua harga kebutuhan pokok dan jasa maka nilai akumulasi kenaikannya akan menjadi besar dan memberatkan rakyat.
    Itu belum lagi kenaikan tak terprediksi akibat penimbunan bahan pokok yang dilakukan tengkulak menjelang kenaikan harga BBM dengan berharap meraup keuntungan berlipat dengan menimbun aneka komoditas pokok dan menjualnya pasca kenaikan BBM. Akibatnya, beberapa kebutuhan pokok menjadi langka dan harganya melonjak tinggi.
    Imbas-imbas lanjutan akan ditemui pada semua hal lain. Uang saku anak sekolah akan naik karena kenaikan harga BBM juga menaikkan tarif angkutan transportasi. Demikian pula, harga seragam serta kebutuhan sekolah lain juga dipastikan akan naik.
    Harga-harga barang yang harus melalui proses distribusi juga pasti naik karena distribusi memerlukan transportasi. Kenaikan juga akan terjadi pada sektor pelayanan kesehatan, jasa, kebutuhan dan bahan bangunan serta sektor-sektor lain untuk menyesuaikan dengan harga terkini.  
    Kenaikan harga BBM bulan ini, sesungguhnya telah menjadi bahasan dan tarik ulur anatara Pemerintah dan DPR selama setahun belakangan. Konon, BBM yang dijual kepada rakyat terlalu murah karena terlalu banyak disubsidi oleh pemerintah dan oleh karena terlalu banyak memberi subsidi kepada rakyatnya sendiri, beban belanja pemerintah menjadi besar.
    Berbagai opsi dan pilihan telah dikeluarkan, termasuk membedakan harga bagi pemilik kendaraan mewah dengan pemilik kendaraan kebanyakan, nyatanya opsi-opsi itu sama sekali tak pernah dipergunakan dan harga BBM untuk rakyat tetap naik.
    Pemerintah berdalih, berbagai opsi untuk merngurangi beban pemerintah mensubsidi BBM terlalu sulit untuk dilaksanakan. Mengatur pemakaian BBM antara pemilik mobil mewah berharga ratusan juta dengan sepeda motor seharga satu atau dua jutaan milik rakyat miskin dianggap terlalu sulit diterapkan.
    Bagi pemerintah, pilihan paling mudah adalah menaikkan harga BBM tanpa perlu susah-susah mengawasi pemakaiannya dilapangan, biar saja si kaya menikmati BBM subsidi untuk mobil-mobil mewahnya sementara si miskin harus bersusah payah membeli satu liter BBM.
    Jika sila kelima dasar negara kita Pancasila adalah Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia, maka sudahkah sila itu benar-benar digunakan sebagai landasan berfikir oleh pemerintah sebelum menentukan keputusan untuk menaikkan harga BBM.
    Jika sudah, apakah memberi harga yang sama untuk seliter bensin bagi pemilik mobil ratusan juta atau bahkan milyaran rupiah dengan pemilik motor butut ratusan ribu telah memenuhi prinsip-prinsip keadilan sosial sebagaimana diamanatkan pancasila.
    Jika belum, sungguh para pengambil keputusan bangsa ini tak lebih hanyalah para kapitalis yang hanya berfikir untung dan rugi dalam pengelolaan negara.
    Penerapan prinsip keadilan dengan membedakan harga konsumsi BBM antara masyarakat kaya dengan masyarakat miskin sebenarnya akan memberi kesempatan luas bagi masyarakat ekonomi lemah untuk majudan berkembang memperbaiki perekonomian dan kesejahteraan keluarganya.
    Toh, kelak jika sudah kaya ia juga akan membeli BBM dengan harga orang kaya. Jika pemerintah menyatakan opsi ini sulit ditempuh tentu itu hanya bentuk kemalasan saja, bukankah BBM rakyat dan BBM industri bisa dibedakan tentu membedakan harga BBM bagi masyarakat miskin dan orang kaya juga tak akan sulit dilakukan.
    Barangkali ada sistem di negara ini yang harus dirubah agar rakyat miskin diberi kesempatan untuk memerintah dan menentukan berbagai kebijakan penting, termasuk kenaikan harga BBM.
    Bisa jadi para pengambil keputusan sama sekali menyepelekan dampak kenaikan BBM karena menganggap seluruh rakyat Indonesia sama kayanya dengan para anggota DPR yang mulia, para menteri bahkan sama kayanya dengan presiden.
    Mereka menganggap nilai kenaikan tak besar dan tak berarti karena mereka bukan orang miskin dan sekalipun tak pernah mau mencoba merasakan bagaiamana beratnya kehidupan rakyat miskin ketika harga BBM naik.
    Ada baiknya jika sistem perwakilan yang ada di MPR tidak hanya diisi wakil dari daerah, kelompok maupun golongan tertentu tetapi juga memberi wadah bagi kaum miskin untuk turut menentukan arah kehidupan bangsa ini secara langsung.
    Keterwakilan kaum miskin di MPR akan membuat berbagai kebijakan pemerintah lebih pas dan tepat sasaran karena melibatkan pihak yang akan merasakan langsung dampak kebijakan yang diambil.
    Dengan demikian dipastikan tidak ada distorsi-ditorsi penyampaian pendapat kaum miskin kepada penguasa.
    Anehnya, pemerintah justru mengambil kebijakan kurang mendidik dengan mengalihkan subsidi BBM menjadi beberapa bantuan kepada rakyat miskin, salah satunya berbentuk Bantuan Langsung Tunai (BLT).
    Bukankah banyak pihak menyayangkan adanya bantuan ini karena dianggap mematikan menjadikan rakyat miskin manja sehingga kreatifitas dan orientasinya bekerjanya menjadi mati. BLT ibarat memberi ikan kepada orang kelaparan, bukan memberi pancing sehingga ketika ikan habis si lapar akan mati kelaparan.
    Seringkali pemerintah berdalih bahwa kenaikan BBM dilakukan untuk mengikuti kenaikan harga minyak dunia sehingga beban subsidi yang ditanggung APBN tidaklah berat.
    Sepintas alasan ini masuk akal, tetapi jika membaca amanat Undang-undang Dasar 1945 maka tampaklah bahwa alasan ini kurang bisa diterima karena kekayaan alam dikelola negara untuk kesejahteraan rakyat.
    Artinya, demi kesejahteraan rakyat, negara bebas menentukan harga komoditas penting termasuk BBM tanpa harus mengikuti harga dunia.
    Ada satu lagi alasan yang kerap digunakan pemerintah untuk melengkapi alasan kenaikan BBM, agar tidak terjadi selisih yang terlalu tinggi antara BBM Indonesia dengan BBM yang dijual di negara-negara tetangga.
    Besarnya selisih harga BBM akan menarik mint banyak pihak untuk menyelundupkan minyak ke luar negeri. Lalu apakah rakyat yang harus menanggung sengsara atas kenaikan harga BBM akibat negara tak mampu mengamankan aset dari pencurian dan penyelundupan.
    Kenaikan harga BBM juga sering dikatakan akibat jumlah peningkatan produksi minyak nasional yang tak sebanding dengan kenaikan jumlah kendaraan bermotor. Sesungguhnya, produksi minyak kita tidak stagnan namun memang tak banyak sumur minyak yang kita kelola.
    Sumur-sumur minyak yang memiliki potensi besar terlanjur diserahkan negara kepada asing lewat perusahaan-perushaan minyaknya yang bebas menjual minyaknya kepada siapa saja yang mereka mau.
    Ibarat kata pepatah, kita adalah ayam yang mati kelaparan dilumbung yang penuh padi. Kekayaan alam negeri kita yang melimpah tak cukup membuat masyarakatnya sejahtera.    
    Seperti rakyat Papua yang tetap hanya bisa memakai koteka meski tanah mereka penuh emas, minyak dan bahan tambang berharga lainnya. Rakyat seakan memang sengaja dimiskinkan secara sistematis oleh sekelompok orang yang bernama penguasa yang sesungguhnya tak becus mengelola negara.
    Apalagi program-program pemerintah yang didengang-dengungkan sebagai kompensasi kenaikan BBM selama ini juga belum bisa berjalan dengan baik. Sekolah gratis masih banyak yang hanya sekedar menjadi slogan, pengobatan tak berbayar bagi rakyat miskin pun masih jauh dari kata pelayanan manusiawi.
    Jika memang pemerintah bekerja untuk kesejahteran rakyat mka program-program kompensasi ini seharusnya sudah nyata dapat dirasakan manfaatnya oleh rakyat.
    Seperti yang sudah-sudah, keputusan menaikkan harga BBM oleh pemerintah tidak akan dapat diganggu gugat oleh rakyat. Sekuat apapun rakyat menolak, sudah tentu akan sia-sia karena pertimbangan rakyat tidak akan pernah sama dengan pertimbangan pemerintah.
    Terpenting, pemerintah harus bisa melaksanakan apa yang telah dijanjikan sebagai kompensasi kenaikan harga BBM bagi rakyat. Tanpa itu semua yang muncul hanyalah fikiran bahwa sesudah kemerdekaan penjajahan atas rakyat masih tetap ada..■   

BERITA SEBELUMNYA

  © HAPRA INDONESIA Media Group ...Berani.Cerdas . Realistis

Ke : HALAMAN UTAMA