Selamat datang di Site Berita Nasional Media Hapra Indonesia . Wartawan Hapra Indonesia dalam menjalankan tugas dibekali kartu wartawan dan bertugas sesuai penempatan yang dikeluarkan oleh Redaksi. Semua Anggota Hapra Indonesia, foto dan nama ada pada situs kami ini, tanpa ada nama dan foto di situs kami, oknkum tersebut BUKAN ANGGOTA HAPRA INDONESIA DAN SEGALA YANG DILAKUKAN DILUAR TANGGUNG JAWAB REDAKSI. LAPORKAN KE PIHAK KEPOLISIAN TERDEKAT

Senin, 09 April 2012

BPSK Kabupaten Kediri Tidak Ada,Konsumen Menjerit

Mamik : "BPSK  Kabupaten Kediri  tidak ada karena anggaran untuk BPSK yang tidak ada, memang seharusnya anggaran BPSK didapat dari kucuran APBD".

Kediri | Hapra Indonesia - Maraknya perampasan kendaraan baik itu sepeda motor, maupun mobil belum lagi sengketa masalah perbankan belakangan ini marak di seantero nusantara, hal tersebut cukup meresahkan dan  memprihatinkan pasalnya yang dirugikan para konsumen yang notabene adalah rakyat tentunya.
    Banyaknya kasus perampasan kendaraan dan sengketa perbankan bertambah marak kerena mudahnya orang mengambil kredit kendaraan dan kredit dengan angunan bank, Di sinyalir tidak melalui peraturan yang ketat dan demi mengejar target penjualan sehingga dengan mudah menimbulkan kredit macet bagi konsumen.
    Para konsumen di tawari banyak kemudahan dan tawaran yang mengiurkan oleh para sales perusahaan otomotif, dan dalam pengambilan kredit tanpa memperhitungkan  kemampuan finansialnya, banyak konsumen tergoda sehingga banyak terjadi kemacetan dalam pembayaran angsuranya.
    Hal tersebut di sisi lain  menyuburkan dan  merajalelanya dect Collector yang bertidak sewenang wenang di luar kepatutan.
    Pihak lesing dan bank menyewa pihak dect collector eksternal  bertindak seolah olah sebagai "penegak hukum" dengan merampas kendaraan atau mengintimidasi pemilik rumah yang macet atau telat dalam membayar angsuran.
    Para Dect Collector eksternal tidak segan merampas dengan mendatangi rumah konsumen atau bahkan mencegat motor atau mobil yang mengalami keterlambatan atau sedang kredit macet.
    Pelaku usaha (pihak lesing) atau bank terkesan bahkan sengaja membodohkan para konsumen, pada intinya para pelaku usaha dalam prakteknya selalu merugikan konsumen.
    Hal itu terbukti saat konsumen mau melakukan angkat kredit, konsumen langsung saja di suruh tanda tangan surat perjanjian tanpa konsumen tahu apa isi perjanjian tersebut.
    Sementara itu pihak pihak yang berkompeten dalam permasalahan tersebut sangat di rasakan kurang maksimal dalam menjalankan peran untuk membelaan terhadap  konsumen.
Konsumen yang mayoritas adalah rakyat jelata tentu berharap ada wadah yang dapat menampung permasalahan yang mereka alami terkait persengketaan dengan pelaku usaha (Lesing atau Finance red).
    Peran yang signifikan dengan banyaknya masalah sengketa konsumen dengan pelaku usaha perlu adanya "jalan damai" yaitu lewat jalan BPSK (Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen).
    Tugas BPSK sangat signifikan di tengah maraknya kasus sengketa antara konsumen dan pelaku usaha, konsumen mempunyai alternatif untuk menuntut pelaku usaha sebelum ke ranah peradilan perdata yang akan melalui proses yang panjang dalam penyelesainya.
    Sesuai dengan UU Perlindungan Konsumen nomer 8 tahun 1999 Bab XI  pasal 49 (1) Pemerintah membentuk badan penyelesaian sengketa konsumen di daerah tingkat II untuk menyelesaikan sengketa konsumen di luar peradilan.
    Dari keterangan BAB X bagian kedua tentang penyelesaian sengketa di luar Pengadilan pasal 47, Penyelesaian sengketa konsumen di luar pengadilan untuk mencapai kesepakatan mengenai bentuk dan besarnya ganti rugi dan / atau mengenai tindakan tertentu untuk menjamin tidak akan terjadi kembali atau tidak akan terulang kembali kerugian yang di derita oleh konsumen. 
    BPSK anggotanya terdiri dari unsur Pemerintah, pelaku usaha dan aktifis perlindungan konsumen yang SK nya di tanda tangani oleh Menteri sesuai dengan yang di jelaskan dalam UU perlindungan Konsumen nomer 8 tahun 1999.
    Di daerah tingkat II lewat amanat Undang Undang perlindungan konsumen nomer 8 tahun 1999, khususnya di Kabupaten Kediri, Pemerintah Kabupaten Kediri dianggap kurang peka menyikapi banyaknya sengketa antara pelaku usaha dan konsumen.
    Hal tersebut di buktikan dengan tidak adanya badan penyelesaian sengketa konsumen (BPSK), jadi para konsumen yang melapor karena merasa di rugikan cukup di tangani lewat kasi perdagangan yang merupakan satuan kerja (Satker) Dinas Koperasi dan Perdagangan (Koperindag) Pemerintah Kabupaten Kediri.
    Kepala Dinas Koperindag Kabupaten Kediri Mamik Amiati saat di mintai komentar di kantornya terkait tidak adanya BPSK di Kabupaten Kediri kepada HAPRA mengakui bahwa  BPSK di Kabupaten Kediri belum terbentuk, tetapi Mamik juga  mengatakan akan tetap menindak lanjuti setiap pengaduan Masyarakat (konsumen red) yang sedang bersengketa dengan pelaku usaha.
    Menurut Mamik belum terbentuknya BPSK yang menanggani persengketaan konsumen dengan pelaku usaha adalah Koperindag kasi Perdagangan, " di tahun 2011 ada banyak permasalahan antara konsumen dan pelaku usaha berhasil diselesaikan lewat peran kasi Perdagangan yang menggantikan peran BPSK" ungkapnya.
    Namun sayang HAPRA tidak mengetahui persis berapa pengaduan yang masuk ke Koperindag," datanya masih belum tersedia tapi banyaklah yang sudah kita bantu selesaikan" Kata wanita berjilbab ini.
    Masih menurut Mamik yang dalam wawancara dengan HAPRA di dampingi oleh Kasi Perdagangan Yeni, Mamik mengatakan pihaknya bekerja sama dengan LPKSM (Lembaga     Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat) dan bersinergi dalam usaha mencerdaskan para konsumen yang sering menjadi korban dari pelaku usaha.
    Lebih lanjut Mamik mencontohkan memberi saran kepada para konsumen agar sebelum bertransaksi (angkat kredit) dengan cermat membaca isi perjanjian,
    Mamik mengakui pihak pelaku usaha seakan tidak mau memberi keterangan yang memadai dari isi perjanjian tersebut bahkan terkesan membodohi konsumen, "Hal itu juga pernah menimpa saya dulu" kata wanita yang mantan Kabag Ekonomi ini dengan senyum.
    Sedangkan teknis pelaksanaanya menurut Mamik pihaknya akan memanggil pelaku usaha, dan apabila tidak datang akan di panggil kedua kalinya, jika dalam pemanggilan kedua tidak hadir maka mediasi di anggap gagal. Sedangkan bagi konsumen hanya satu kali panggilan tidak datang di anggap gagal.
    Saat di tanya apa sanksi yang akan  di berikan kepada Pelaku usaha yang tidak menghadiri mediasi, Mamik mengatakan,"kita tidak mempunyai kekuatan apapun untuk memberikan sanksi ke pelaku usaha" Tuturnya.
    Mamik beralasan belum adanya BPSK di Kabupaten Kediri karena tidak ada anggaran untuk BPSK yang memang didapat dari kucuran APBD.
    Di tempat terpisah Plt Kabag Humas dan Protokuler Pemkab Kediri Edhi Purwanto di temui di kantornya menjelaskan bahwa terkait belum adanya BPSK di Kabupaten Kediri masih dalam pengkajian tim yang nantinya akan membentuk BPSK.
    Lebih lanjut Edhi Purwanto mengatakan tentang penyelesaian sengketa antara konsumen dengan pelaku usaha selama belum adanya BPSK, pihak Dinas Koperindag dalam hal ini Kasi perdagangan (Pengganti sementara BPSK red) pada tahun 2010 telah melakukan mediasi antara konsumen dengan pelaku usaha dengan rincian 35 persen mengalami titik temu (berhasil menyelesaikan red), sementara 65 persen tidak berhasil karena banyak faktor.  
    Tentu ironis Pemkab Kediri banyak membangun mega proyek bernilai ratusan milyar tetapi, tetapi tidak mempunyai BPSK yang notabene sangat di butuhkan untuk membantu rakyat yang bersengketa dengan pelaku usaha yang mempunyai banyak uang.
    Pemkab Kediri seolah  tidak mau menyisihkan sebagaian kecil APBDnya untuk membentuk BPSK. Terlebih lagi keberadaan BPSK adalah amanat UU Perlindungan konsumen, itu semua di kembalikan ke Bupati dan kepeduliannya terhadap rakyat Kabupaten Kediri.
    Padahal tugas dan wewenang BPSK sangat signifikan antara lain bisa menjatuhkan sanksi administratif kepada pelaku usaha yang melanggar ketentuan undang undang ini.  
    Hal itu tentu menjadi keprihatinan kita, dengan demikian posisi konsumen menjadi sangat lemah di hadapan pelaku usaha karena tidak adanya perlindungan yang memadai dari pihak pihak yang berkopeten. 
Ironisny,  Kita sering melihat para Dect Collector Eksternal "Mangkal" tepat di depan kantor Koperindag di jalan Soekarno Hatta, para Dect Collector tersebut sedang menanti kendaraan yang mengalami kredit macet. (CAHYO).

BERITA SEBELUMNYA

  © HAPRA INDONESIA Media Group ...Berani.Cerdas . Realistis

Ke : HALAMAN UTAMA