Tulungagung Hapra Indonesia- Berdasar riset sejak 1991 hingga 2004, aliran sungai Brantas telah mengalami penurunan sekitar 4,5 meter. “Dari hasil riset kami, kawasan yang paling berdampak terhadap maraknya penambangan pasir mekanik adalah wilayah Mrican Kediri kota hingga Nglengkong Nganjuk,” ungkapnya pada media ini beberapa waktu yang lalu.
Bonari mengatakan, di Tulungagung, daerah aliran sungai yang paling berdampak akibat penambangan pasir mekanik Sungai Brantas, adalah sungai Ngrowo.
Air sungai yang membelah Kota Tulungagung itu mengalami penurunan sekitar 2,5 meter. “Instilahnya, kondisi debet air mengalami devisit sendimen,” lanjutnya. Masih menurut Bonari, sebenarnya pendangkalan debit air sungai Brantas dapat dihindari jika aktivitas penambangan pasir mekanik tidak banyak dilakukan.
Dampak lainnya penurunan debet air mengakibatkan aliran Sungai Brantas tidak mampu mengaliri iringasi dan kawasan pertanian milik warga. “Masalahnya aliran sungai tidak mampu masuk melalui anak Sungai Brantas, karena poisisi air lebih rendah dibanding anak sungai,” katanya
Distribusi pasir yang berasal Gunung Kelud dan Gunung Arjuno sebagai salah satu hulu dari sungai Brantas sudah ditampung melalui kawah pasir. Sehingga, distribusi pasir yang terbawa arus sungai jumlahnya menjadi terbatas.
Namun, kondisi itu tidak segera disadari penambang pasir. Mereka tetap menggali pasir dari sungai Brantas. “Kondisi ini mengakibatkan tebing dan tanggul sungai banyak yang tergerus. Pasalnya, jumlah pasir yang terbatas, tapi penambangan kian marak,” keluhnya.
Penambangan pasir mekanik belum begitu memberikan dampak secara signifikan di Tulungagung. Namun, kondisi itu sudah dirasakan beberapa kota lain, seperti Kediri, Jombang dan Mojokerto.
“Tulungagung, mungkin karena tergolong hulu sehingga belum terlalu berdampak. Beda dengan Kediri, salah satu tiang penyangga jembatan Semampir, saat ini sudah menggantung,” paparnya.
Dia mengatakan, jika debet air mendadak tinggi maka akan berbahaya. Semisal curah hujan tinggi.
“Kondisi sungai Brantas, patut diwaspadai jika debet air tergolong siaga merah. Yakni, mencapai 1.000 meter per detik. Namun, untuk sementara ini, masih dalam kategori normal. Yakni, sekitar 800 meter kubik per detik, jika hujan deras terkadang siaga kuning atau sekitar 900 meter per kubik per detik,” pungkasnyanya. (Bayu)
Bonari mengatakan, di Tulungagung, daerah aliran sungai yang paling berdampak akibat penambangan pasir mekanik Sungai Brantas, adalah sungai Ngrowo.
Air sungai yang membelah Kota Tulungagung itu mengalami penurunan sekitar 2,5 meter. “Instilahnya, kondisi debet air mengalami devisit sendimen,” lanjutnya. Masih menurut Bonari, sebenarnya pendangkalan debit air sungai Brantas dapat dihindari jika aktivitas penambangan pasir mekanik tidak banyak dilakukan.
Dampak lainnya penurunan debet air mengakibatkan aliran Sungai Brantas tidak mampu mengaliri iringasi dan kawasan pertanian milik warga. “Masalahnya aliran sungai tidak mampu masuk melalui anak Sungai Brantas, karena poisisi air lebih rendah dibanding anak sungai,” katanya
Distribusi pasir yang berasal Gunung Kelud dan Gunung Arjuno sebagai salah satu hulu dari sungai Brantas sudah ditampung melalui kawah pasir. Sehingga, distribusi pasir yang terbawa arus sungai jumlahnya menjadi terbatas.
Namun, kondisi itu tidak segera disadari penambang pasir. Mereka tetap menggali pasir dari sungai Brantas. “Kondisi ini mengakibatkan tebing dan tanggul sungai banyak yang tergerus. Pasalnya, jumlah pasir yang terbatas, tapi penambangan kian marak,” keluhnya.
Penambangan pasir mekanik belum begitu memberikan dampak secara signifikan di Tulungagung. Namun, kondisi itu sudah dirasakan beberapa kota lain, seperti Kediri, Jombang dan Mojokerto.
“Tulungagung, mungkin karena tergolong hulu sehingga belum terlalu berdampak. Beda dengan Kediri, salah satu tiang penyangga jembatan Semampir, saat ini sudah menggantung,” paparnya.
Dia mengatakan, jika debet air mendadak tinggi maka akan berbahaya. Semisal curah hujan tinggi.
“Kondisi sungai Brantas, patut diwaspadai jika debet air tergolong siaga merah. Yakni, mencapai 1.000 meter per detik. Namun, untuk sementara ini, masih dalam kategori normal. Yakni, sekitar 800 meter kubik per detik, jika hujan deras terkadang siaga kuning atau sekitar 900 meter per kubik per detik,” pungkasnyanya. (Bayu)